Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rapor IHSG di Bursa Asean, Nomor 2 dari Bawah

IHSG menempati posisi kedua terbawah dibandingkan dengan bursa lainnya di Asia Tenggara (Asean).
IHSG menempati posisi kedua terbawah dibandingkan dengan bursa lainnya di Asia Tenggara (Asean). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
IHSG menempati posisi kedua terbawah dibandingkan dengan bursa lainnya di Asia Tenggara (Asean). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) yang menggambarkan kondisi pasar saham di Indonesia cenderung melemah sepanjang 2024. Bahkan, IHSG menempati posisi kedua terbawah dibandingkan dengan bursa lainnya di Asia Tenggara (Asean).

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG berada di level 6.850,09 per Rabu (12/6/2024), turun 5,81% sepanjang tahun berjalan. IHSG juga mencapai level terendahnya pada 2024.

Investor asing juga mencatatkan aksi jual bersih (net sell) Rp10,81 triliun sepanjang 2024. Padahal per 22 Maret 2024, investor asing sempat mencatatkan net buy Rp28,25 triliun sepanjang tahun berjalan.

Rapor IHSG membuatnya menjadi indeks saham paling lemah kedua di Asean. Di posisi terbawah ada pasar saham Thailand, yang menderita penurunan 6,81% sepanjang 2024. Adapun, di atas IHSG, ada bursa Filipina yang terkoreksi 0,62% tahun ini.

Di Asia Pasifik atau di antara Bursa Asia lainnya, posisi Indonesia menempati urutan ke-12 atau kedua terendah. Bursa Taiwan menjadi yang paling cuan dengan peningatan 22,97% sepanjang 2024.

Chief Economist of BCA Group David Sumual menyampaikan pelemahan IHSG tak lepas dari Langkah investor asing yang cenderung melakukan aksi jual saham di Indonesia dalam beberapa Waktu belakangan. Hal ini merupakan strategi pemindahan dana investor tersebut ke negara lain dengan valuasi yang lebih menarik.

"Misalnya ke China yang valuasinya dianggap sudah atraktif, setelah sell off tahun sebelumnya. Bursa India juga yang bobot MSCI-nya juga merangkak naik, apalagi Pemilunya juga relatif sukses," paparnya kepada Bisnis, Rabu (12/6/2024).

David juga mengomentari pandangan Morgan Stanley soal outlook underweight terhadap pasar saham Indonesia. Menurutnya aksi investor asing temporer dan hanya keputusan taktis sementara.

Data Kinerja Saham Asia per Rabu (12/6/2024)

Rapor IHSG di Bursa Asean, Nomor 2 dari Bawah

Sentimen The Fed

Menurut David kondisi tersebut bisa berbalik jika Federal Reserve menurunkan suku bunga acuan, yang diprediksi baru dilakukan pada kuartal IV/2024. Proyeksi penurunan suku bunga The Fed bergeser karena ekonomi Amerika Serikat yang kuat dan inflasi belum mencapai target The Fed.

"Kondisinya bisa berbalik jika The Fed pangkas suku bunga, mungkin paling cepat kuartal IV/2024. Rupiah juga bisa rebound," imbuhnya.

Pada Rabu (12/6/2024) rupiah ditutup melemah 4 poin atau 0,02% menuju level Rp16.295 per dolar AS. Hal ini menandakan rupiah masih berada di level terendah 4 tahun atau sejak April 2020 ketika pandemi Covid-19 melanda.

Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih menyampaikan jika diakumulasikan sejak awal tahun IHSG telah terkoreksi 5,81%. Penurunan tersebut mengikuti saham Big Caps, yang tercermin dari indeks LQ45 dan IDX30 masing-masing terkoreksi 11,10% dan 13,76%.

"Aksi profit taking investor asing sejak awal tahun Rp10,81 triliun menjadi salah satu pemicunya," paparnya dalam publikasi riset.

Sementara itu, pelaku pasar juga mencermati pembahasan rencana APBN tahun 2025 antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan Komisi XI DPR. Rencana tersebut termuat dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2025.

Kemenkeu menegaskan APBN dapat dikelola dengan memprioritaskan 3 pilar utama, meningkatkan pendapatan, spending better dengan belanja yang berkualitas, dan pembiayaan yang prudent dan inovatif.

Dari mancanegara, inflasi tahunan Amerika Serikat (AS) pada Mei 2024 tercatat 3,3%, turun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 3,4% dan di bawah ekspektasi pasar sebesar 3,4%. Inflasi tersebut juga merupakan yang paling rendah dalam 3 bulan terakhir.

Menimbang inflasi yang masih berada di atas target 2%, pertemuan FOMC di bulan Juni, The Fed mempertahankan suku bunga di level 5,25%-5,5%.

"Sikap hawkish juga masih berlanjut, dimana pemangkasan suku bunga berpotensi hanya satu kali di tahun 2024 dari proyeksi awal sebanyak 3 kali. Nada ini membuat Wall Street ditutup bervariasi," jelas Ratih Mustikoningsih.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper