Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Eks Tambang Grup Bumi Resources (BUMI) untuk PBNU, Intip Profil KPC

Bahlil Lahadalia menyatakan pemerintah akan memberikan tambang batu bara bekas Grup Bakrie, PT Kaltim Prima Coal (KPC) kepada PBNU.
Hafiyyan,Ni Luh Anggela,Surya Dua Artha Simanjuntak
Sabtu, 8 Juni 2024 | 16:27
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Senin (1/4/2024). Dok TV Parlemen
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Senin (1/4/2024). Dok TV Parlemen

Bisnis.com, JAKARTA - PT Kaltim Prima Coal (KPC), tambang batu bara milik Grup Bakrie PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), menjadi buah bibir lantaran bekas tambangnya akan diberikan pengelolaannya ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Namun demikian, belum ada info lebih lanjut mengenai tambang KPC yang dimaksud.

Profil KPC

Di bulan Oktober 2003, BUMI membeli 100% saham PT Kaltim Prima Coal (KPC), produsen batu bara terbesar di Indonesia, setelah mengakuisisi Sangatta Holdings Ltd (SHL) dan Kalimantan Coal Ltd. (KCL). 

Namun, per 2023 BUMI memegang 25% saham KPC secara langsung,dan 25,99% secara tidak langsung.

Sejak 1 Januari 2022, KPC telah memiliki Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari pemerintah Indonesia untuk melaksanakan eksplorasi, produksi, dan pemasaran batubara di wilayah seluas 61.543 hektar di Sangatta dan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.

Tambang Sangatta merupakan tambang terbesar di Indonesia dan salah satu yang terbesar di dunia. Memproduksi batubara tipe bituminous dan subbituminous, tambang ini berlokasi dekat dengan fasilitasfasilitas pelabuhan di Tanjung Bara yang terhubung dengan lokasi tambang melalui overland conveyor (OLC) sepanjang 13 kilometer. Keberadaan jalur OLC kedua dan peningkatan fasilitas pemuatan tongkang mendukung peningkatan produksi di tahun-tahun mendatang.

Pada 2023, KPC mencatat total produksi batu bara (siap jual) dari tambang Sangatta dan Bengalon mencapai 53,6 juta ton, meningkat sebesar 9% dari sebesar 49,2 juta ton di tahun 2022. Produksi ini didukung oleh fasilitas pemrosesan dan pengiriman batubara dengan kapasitas sebesar 60 juta ton per akhir 2023.

Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, PT Kaltim Prima Coal (KPC), menargetkan produksi batu bara mencapai level 53,5 juta ton per tahun hingga 2026.

Chief Operating Officer KPC Hendro Ichwanto menjelaskan, angka tersebut sudah disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lewat rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) 2024-2026.

"Tahun ini kita di 53,5 juta ton. Sama [2025 dan 2026 produksinya], flat [datar] 53,5 juta," ungkap Hendro di kawasan KPC, Sangatta, Kutai Timur, Kamis (21/3/2024).

Menurutnya, rencana produksi tersebut tidak mengalami perubahan dibandingkan target tahun lalu. Meski demikian, realisasi produksi pada 2023 mencapai 54 juta ton atau lebih 500.000 ton dari target.

Eks Tambang Grup Bumi Resources (BUMI) untuk PBNU, Intip Profil KPC

Chief Operating OfficerPT Kaltim Prima Coal (KPC) Hendro Ichwanto memberi keterangan kepada awak media di kantornya, kawasan KPC, Sangatta, Kutai Timur pada Kamis (21/3/2024).

Tambang Bekas KPC untuk PBNU

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan pemerintah akan memberikan tambang batu bara bekas Grup Bakrie, PT Kaltim Prima Coal (KPC) kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

KPC merupakan salah satu perusahaan tambang batu bara milik anak usaha Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk. (BUMI). 

“Pemberian kepada PBNU adalah [tambang batu bara] eks KPC,” kata Bahlil dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Investasi, Jumat (7/6/2024). 

Bahlil menyampaikan izin usaha pertambangan (IUP) bagi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sedang diproses dan ditargetkan terbit pada pekan depan.

PBNU, kata Bahlil, telah membuat badan usaha dan mengurus WIUPK di Kementerian Investasi/BKPM. 

“Kalau [WIUPK] NU sudah jadi. Sudah berproses. Mungkin kalau tidak salah minggu besok sudah selesai urusannya,” ujarnya. 

Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka peluang untuk ormas keagamaan dalam mengelola tambang di Indonesia. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

WIUPK yang diberikan merupakan wilayah eks perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B), di mana badan usaha yang dikendalikan ormas untuk mengelola WIUPK tidak boleh bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya, atau afiliasi bisnis terkait.

WIUPK sendiri diberikan kepada ormas yang membutuhkan, setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh pemerintah. Diantaranya, ormas keagamaan yang telah membuat badan usaha dan mengurus WIUPK di Kementerian Investasi/BKPM. 

“Kalau yang menolak apa boleh buat, berarti kan nggak membutuhkan. Kita berikan kepada yang membutuhkan,” ungkap Bahlil.

Eks Tambang Grup Bumi Resources (BUMI) untuk PBNU, Intip Profil KPC

Bahlil menyebut, dalam hal menawarkan WIUPK, pemerintah akan memprioritaskan ormas-ormas keagamaan besar seperti NU, Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Geraja Indonesia (PGI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), hingga Majelis Tinggi Agama konghucu Indonesia (Matakin).

“Ini dulu prioritas utama, dan kami habis ini akan berkoordinasi dengan mereka untuk memberikan penjelasan,” pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper