Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) menyoroti dugaan fraud yang terjadi di emiten BUMN farmasi PT Indofarma Tbk. (INAF) dan anak usaha PT Kimia Farma Tbk. (KAEF).
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, mengatakan pihaknya telah meminta penjelasan kepada INAF terkait dengan indikasi fraud yang terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hasilnya, manajemen INAF menjelaskan kebenaran terkait laporan itu yang menyimpulkan ada penyimpangan berindikasi tindak pidana sehingga mengakibatkan negara merugi. Kasus ini pun telah dilimpahkan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung).
Nyoman juga menyampaikan bahwa otoritas Bursa menyoroti temuan BPK terkait dugaan window dressing laporan keuangan INAF dan KAEF. Adapun Indofarma sejauh belum merilis laporan keuangan tahunan 31 Desember 2023.
“Bursa sedang melakukan analisis lebih lanjut atas penyajian laporan keuangan yang telah disampaikan oleh INAF dan senantiasa memantau pemberitaan atas hasil pemeriksaan lebih lanjut oleh Jaksa Agung,” ujar Nyoman, Kamis (6/6/2024).
Sementara itu, KAEF baru menyampaikan laporan keuangan tahunan 2023 pada 1 Juni 2024. Berdasarkan laporan yang disampaikan, perseroan mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari KAP Hendrawinata Hanny Erwin dan Sumargo.
Baca Juga
“Adapun lebih lanjut dijelaskan bahwa basis opini WDP tersebut sehubungan dengan auditor belum memperoleh bukti yang cukup dan memadai mengenai penyesuaian saldo persediaan dan utang usaha pada salah satu entitas anak, PT Kimia Farma Apotek,” tuturya.
Nyoman menyatakan bahwa saat ini otoritas Bursa sedang melakukan analisa lebih lanjut apakah terdapat pelanggaran yang dilakukan KAEF dalam penyajian laporan keuangan.
Sebagaimana diketahui, BPK menemukan Indofarma dan anak usahanya PT Indofarma Global Medika terlibat aktivitas berindikasi fraud, mulai dari transaksi fiktif, pinjaman online, hingga mempercantik laporan keuangan.
Melansir Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 yang dirilis BPK, aktivitas itu meliputi transaksi jual beli fiktif pada unit bisnis Fast Moving Consumer Goods (FMCG), serta penempatan dana deposito atas nama pribadi di Koperasi Simpan Pinjam Nusantara.
Selain itu, BPK menemukan INAF melakukan pinjaman online atau pinjol, menggunakan dana restitusi pajak untuk kepentingan di luar perusahaan, hingga menggadaikan deposito kepada PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) untuk kepentingan pihak lain.
Perseroan juga menggunakan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi, melakukan windows dressing laporan keuangan, sampai membayar asuransi purnajabatan dengan jumlah melebihi ketentuan yang berlaku.
“Permasalahan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp278,42 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp18,26 miliar atas beban pajak dari penjualan fiktif FMCG,” tulis BPK.
Tak cuma itu, BPK menemukan INAF melakukan pengadaan alat kesehatan tanpa studi kelayakan dan penjualan tanpa analisa kemampuan keuangan pelanggan, yang mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp16,35 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp146,57 miliar.