Bisnis.com, JAKARTA – Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah masalah yang hinggap di tiga BUMN, yakni PT Pelabuhan Indonesia (Persero) alias Pelindo, PT Pupuk Kalimantan Timur, dan PT Indofarma Tbk. (INAF).
Melansir Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023, BPK menemukan pengelolaan piutang atas pemanfaatan lahan Pelindo oleh pihak lain menunjukkan permasalahan.
“Di antaranya belum terdapat kesepakatan penyelesaian atas piutang lahan antar-BUMN, penyelesaian atas piutang lahan dengan mitra swasta berlarut-larut, dan lahan yang telah dikuasai belum dapat dikerjasamakan dengan mitra lain,” tulis laporan BPK, dikutip Selasa (4/6/2024).
Selain itu, salah satu Hak Pengelolaan (HPL) yang dimiliki Pelindo hampir sepenuhnya dikuasai oleh masyarakat. Ini membuat Pelindo tidak dapat melakukan pengelolaan atas HPL tersebut.
Masalah berikutnya datang dari PT Pupuk Kalimantan atau Pupuk Kaltim. BPK menemukan bahwa Pupuk Kaltim belum mengajukan klaim asuransi secara penuh untuk mengganti biaya perbaikan pabrik PKT-5 sebesar Rp288,3 miliar.
Hal tersebut dikarenakan dokumen belum lengkap, serta terdapat penambahan premi asuransi yang tidak diikuti dengan perubahan volume dan objek pertanggungan.
Baca Juga
Di sisi lain, Indofarma dan anak perusahaanya PT Indofarma Global Medika terlibat dalam sejumlah aktivitas berindikasi fraud, sehingga berpotensi membuat negara rugi ratusan miliar.
BPK melaporkan bahwa aktivitas tersebut meliputi transaksi jual beli fiktif pada unit bisnis Fast Moving Consumer Goods (FMCG) dan penempatan dana deposito atas nama pribadi di Koperasi Simpan Pinjam Nusantara.
Selain itu, BPK menemukan adanya penggadaian deposito kepada PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) untuk kepentingan pihak lain. INAF juga melakukan pinjaman online dan menggunakan dana restitusi pajak untuk kepentingan di luar perusahaan.
Perseroan juga menampung dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di laporan keuangan, melakukan windows dressing laporan keuangan, dan membayar asuransi purnajabatan dengan jumlah melebihi ketentuan.
“Permasalahan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp278,42 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp18,26 miliar atas beban pajak dari penjualan fiktif FMCG,” tulis BPK.
Tak cuma itu, BPK juga melaporkan Indofarma melakukan pengadaan alat kesehatan tanpa studi kelayakan dan penjualan tanpa analisa kemampuan keuangan pelanggan, yang mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp16,35 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp146,57 miliar.
“Antara lain, pengadaan serta penjualan teleCTG, masker, PCR, rapid test, dan isolation transportation yang mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp16,35 miliar serta potensi kerugian sebesar Rp146,57 miliar,” tulis laporan IHPS.
Potensi kerugian sebanyak Rp146,57 miliar tersebut berasal dari piutang macet sebesar Rp122,93 miliar dan persediaan yang tidak dapat terjual senilai Rp23,64 miliar.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.