Bisnis.com, JAKARTA – Memasuki Juni 2024, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kekurangan sentimen positif untuk rebound ke posisi all time high (ATH).
Head of Research Mega Capital Sekuritas (Investasiku) Cheril Tanuwijaya mengatakan pada bulan Mei, IHSG sangat volatil dengan kecenderungan melemah. Padahal, beberapa sebelumnya IHSG sempat menguat hingga mendekati level all time high (ATH) di 7.400.
"Namun penguatannya tidak bertahan lama dan justru dimanfaatkan pelaku pasar untuk profit taking pada sektor dan saham-saham yang sudah naik signifikan seperti sektor perbankan, dan saham-saham yang sudah naik tinggi seperti emiten Grup Prajogo dan AMMN. Kini IHSG melemah hingga menembus level psikologis 7.000," ujar Cheril kepada Bisnis, Senin (3/6/2024).
Cheril mengatakan ketidakpastian suku bunga The Fed menimbulkan kekhawatiran melambatnya kredit dan meningkatnya risiko kredit di tengah tren suku bunga yang tinggi. Hal itu membuat pelaku pasar baik domestik maupun asing melakukan penjualan pada sektor perbankan yang memiliki bobot besar terhadap IHSG.
Meski demikian, menurutnya masih ada harapan IHSG rebound seiring membaiknya perekonomian China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia. IMF bahkan optimis untuk revisi naik pertumbuhan ekonomi China, pemerintah China pun proaktif memberikan stimulus ekonomi, sehingga diharapkan permintaan dari China akan naik terhadap komoditas dan produk-produk Indonesia.
Dari Eropa, diperkirakan akan mulai memangkas suku bunga, diharapkan ada perkembangan penurunan inflasi sehingga probabilitas pemangkasan suku bunga dua kali di tahun ini bisa meningkat. Menurut Cheril, untuk bulan Juni diperkirakan IHSG masih akan volatil, dengan support 6.880 dan resisten 7.200.
Baca Juga
"Saham-saham bahan baku berbasis emas dan logam dasar seperti nikel, timah, tembaga masih menarik, di antaranya MDKA, MBMA, ADMR, TINS, target kenaikan 10-15%. Selain itu, saham-saham consumer staples yang cenderung defensif yaitu ICBP dan JPFA, target 5-10%," kata Cheril.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Adityo Nugroho menambahkan pasar saham Indonesia saat ini minim sentimen positif, karena sektor-sektor penyumbang emiten blue chip seperti sektor perbankan dan telekomunikasi masih tertekan sentimen suku bunga The Fed dan masuknya StarLink ke Indonesia yang berpotensi mendisrupsi bisnis eksisting dari operator lokal.
"IHSG secara month-to-date pada Mei hingga penutupan kemarin sudah terkoreksi nyaris sebanyak 2,8% dengan arus keluar asing tercatat sebesar Rp13,1 triliun di periode yang sama. Tampak investor asing masih rajin melepas ekuitas Indonesia meskipun Bank Indonesia sudah menaikkan BI-Rate ke 6,25%," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, melambatnya daya beli masyarakat yang tecermin dari penurunan penjualan kendaraan roda dua dan roda empat juga berimbas negatif ke emiten-emiten sektor otomotif. Oleh sebab itu, Adityo menyarankan investor untuk mengambil langkah wait-and-see terlebih dahulu hingga tekanan jual di pasar saham mereda, sembari memilah-milah saham yang sudah mengalami penurunan harga cukup signifikan namun sebenarnya kondisi fundamentalnya tetap solid.
Senada, Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi mengatakan mengatakan sentimen masih didominasi dari kebijakan moneter Bank Sentral yang belum terlihat adanya potensi pelonggaran hingga kuartal IV/2024. Sehingga investor saat ini cenderung mengalihkan investasinya kepada aset yang memberikan return lebih tinggi atau yang lebih minim resiko dari ketidakpastian saat ini.
"Kenaikan beberapa harga komoditas juga menjadi penopang indeks sektor energi, sejak awal tahun mencatatkan kinerja positif dengan berhasil menguat 9,90% dan menjadi salah satu indeks yang perform dibandingkan IHSG," jelasnya.
Alhasil, Kiwoom Sekuritas melihat sektor saham defensif yaitu kesehatan, konsumer, dan energi masih akan mencatatkan performa positif. Saham pilihannya yaitu SILO dengan rekomendasi buy dan target price (TP) Rp2.870, diikuti HEAL (Buy TP: Rp1.650), MEDC (Buy TP:Rp1.895), dan PTBA, (Hold TP Rp3.010).
-------------
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.