Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang rupiah bergerak melemah ke level Rp16.222 per dolar AS pada perdagangan pagi ini, Kamis (30/5/2024).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah bergerak turun 0,47% atau 75 poin ke level Rp16.222 per dolar AS. Adapun indeks dolar terpantau naik 0,05% ke level 105,085.
Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Hanya yen Jepang terpantau naik 0,14%. Sisanya bergerak turun.
Won Korea Selatan melemah 0,70%, peso Filipina melemah 0,15%, rupee India turun 0,20%, yuan China melemah 0,01%, ringgit Malaysia turun 0,19% dan baht Thailand melemah 0,18%.
Sebelumnya Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif tetapi ditutup melemah di rentang Rp16.150 hingga Rp16.200 per dolar AS pada perdagangan hari ini.
Hal tersebut berkaitan dengan penguatan dolar AS yang terjadi karena adanya kekhawatiran inflasi akan berada di atas target The Fed.
Baca Juga
Data hari sebelumnya menunjukkan bahwa kekhawatiran terhadap inflasi masih ada dan banyak rumah tangga memperkirakan tingkat suku bunga yang lebih tinggi pada 2025.
Adapun Presiden Bank Sentral Federal Minneapolis Neel Kashkari mengatakan bank sentral AS harus menunggu kemajuan signifikan dalam inflasi sebelum memangkas suku bunga. Bank Sentral bahkan berpotensi mengerek suku bunga jika inflasi gagal menurun.
“Inflasi harga konsumen yang menunjukkan bahwa kenaikan harga kurang dari perkiraan pada April sempat meningkatkan harapan bahwa The Fed semakin dekat dengan penurunan suku bunga, namun para pejabat The Fed telah menekankan bahwa mereka ingin melihat kemajuan beberapa bulan lagi sebelum melakukan pelonggaran kebijakan,” kata Ibrahim.
Di sisi lain, meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, antara Palestina dan Israel dikhawatirkan dapat berdampak ke ekonomi Indonesia sehingga risiko geopolitik harus terus diawasi.
Setiap eskalasi akan memicu volatilitas pasar keuangan. Utamanya karena kekhawatiran melonjaknya harga minyak dan membuat inflasi kembali semakin kaku dan sulit diturunkan menuju target. Kondisi ini diharapkan tidak terjadi kembali.
Secara bersamaan, Bank Indonesia (BI) terus memperkuat koordinasi dengan semua otoritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan ekonomi global, yang terus melambat akibat memanasnya tensi geopolitik.