Bisnis.com, JAKARTA - Saham emiten BUMN farmasi PT Indofarma Tbk. (INAF) melonjak seiring dengan hasil investigasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pada perdagangan Senin (20/5/2024) pukul 15.02 WIB, saham INAF naik 8,94% atau 22 poin menjadi Rp268. Dalam sepekan, saham INAF melonjak 52,27%.
Lonjakan saham INAF tak lepas dari aksi investigasi BPK untuk pembenahan perseroan. BPK menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif atas Pengelolaan Keuangan Indofarma Tbk., anak perusahaan dan instansi terkait lainnya tahun 2020-2023 kepada Jaksa Agung di Kejaksaan Agung RI, hari ini, Senin (20/5/2024).
Pemeriksaan ini merupakan inisiatif BPK yang berasal dari pengembangan hasil pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2020 s.d Semester I Tahun 2023 pada PT Indofarma Tbk, Anak Perusahaan dan Instansi Terkait.
Berdasarkan hasil pemeriksaan investigatif, BPK menyimpulkan terdapat penyimpangan yang berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pengelolaan Keuangan PT Indofarma Tbk. dan anak perusahaan yang mengakibatkan indikasi kerugian negara pada PT Indofarma dan anak perusahaan sebesar Rp371.834.530.652,00 (Rp371,83 miliar).
Penyerahan LHP ini dilakukan oleh Wakil Ketua BPK, Hendra Susanto kepada Jaksa Agung, ST Burhanuddin.
Baca Juga
"Besar harapan kami Kejaksaan Agung dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan tersebut untuk proses hukum," jelas Hendra Susanto, dalam siaran pers.
Kegiatan ini juga dihadiri antara lain oleh Anggota VII BPK selaku Pimpinan Pemeriksaan Keuangan VII, Slamet Edy Purnomo.
Selain penyerahan hasil pemeriksaan investigatif di atas, BPK juga telah menyerahkan kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 5 Maret 2024 berupa Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Negara (LHP PKN) atas Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk kepada PT Linkadata Citra Mandiri Tahun 2016 - 2019.
Berdasarkan hasil PKN tersebut, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan-penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam perkara dimaksud yang mengakibatkan kerugian negara pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. sebesar Rp120.146.889.195,00 (Rp120,14 miliar).
Dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pemeriksaan Investigatif, Penghitungan Kerugian Negara/Daerah, dan Pemberian Keterangan Ahli, disebutkan bahwa BPK melaksanakan Pemeriksaan Invstigatif guna mengungkap adanya indikasi Kerugian Negara/Daerah dan/atau Unsur Pidana dalam lingkup pengelolaan dan tanggung jawab negara.
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) menanggapi soal adanya dugaan indikasi penipuan atau fraud dalam laporan keuangan BUMN farmasi, PT Indofarma Tbk. (INAF).
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, ada atau tidaknya indikasi fraud tersebut, pihaknya selalu memantau atas segala keterbukaan informasi yang disampaikan oleh perusahaan tercatat di laman resmi Bursa, salah satunya Indofarma.
"Kami juga akan melihat dan melakukan pendalaman atas report atau laporan yang disampaikan oleh emiten terkait," ujar Nyoman saat ditemui di Gedung BEI pada Selasa (7/5/2024).
Menurutnya, laporan keuangan yang disampaikan oleh para emiten selain harus tepat waktu, juga perlu disajikan secara komprehensif yang memiliki kecukupan informasi yang memadai.
"Jadi reportnya yang disampaikan bukan hanya tepat waktu tetapi kecukupan isinya dan tentu informasi kalau terkait laporan keuangan akan kami lakukan analisis," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, PT Indofarma Tbk. (INAF) sempat terindikasi praktik penipuan atau fraud yang didasari oleh hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, Indofarma juga mengklarifikasi bahwa kejadian tersebut masih dalam tahap audit lanjutan atau investigasi yang dilakukan BPK.
"Indikasi fraud hasil audit BPK sedang dalam tahap audit lanjutan yaitu audit investigasi, sehingga perseroan belum dapat melakukan keterbukaan informasi terkait hal tersebut," ujar Direktur Utama INAF Yeliandriani dalam pengumuman resminya di laman BEI pada 17 April 2024.
Rentetan masalah pun menerpa Indofarma, di antaranya yaitu perseroan tidak memiliki dana yang cukup untuk membayarkan gaji karyawan sejak periode Maret 2024. Hal itu terkait kondisi operasional perusahaan yang tengah menghadapi PKPU.
Indofarma ditetapkan gagal membayar utang dan berstatus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPU-S).
Status PKPU-S BUMN Indofarma mengacu kepada putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 74/PDT.SUS-PKPU/2024/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 28 Maret 2024. Adapun status tersebut berlaku selama 42 hari sejak putusan.
Yeliandriani juga menyatakan selama masa PKPU, perseroan akan tetap melakukan upaya restrukturisasi atas utang-utang kepada para kreditur secara menyeluruh dengan rencana-rencana, yang akan dituangkan dalam suatu proposal perdamaian.
Terkait kondisi krisis keuangan tersebut, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan melakukan rasionalisasi dan perbaikan terhadap keuangan PT Indofarma untuk meningkatkan kinerja perusahaan farmasi tersebut.
Bahkan, Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan pihaknya siap membawa PT Indofarma Tbk kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) apabila ditemukan adanya penyelewengan.
Erick Thohir mengaku bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dan bertemu dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait masalah keuangan yang dialami oleh perusahaan PT Indofarma.