Bisnis.com, JAKARTA - Nilai surat utang atau obligasi korporasi yang jatuh tempo lebih tinggi dari realisasi penggalangan dana akan berimbas pada kinerja reksa dana yang lebih rendah karena meningkatnya harga obligasi dan turunnya imbal hasil yang ditawarkan.
Berdasarkan data Pefindo, nilai surat utang korporasi yang jatuh tempo pada kuartal II/2024 mencapai Rp34,75 triliun. Di sisi lain, realisasi penggalangan dana hingga kuartal I/2024 mencapai Rp26,35 triliun, lebih rendah dari nilai jatuh tempo pada kuartal I/2024 sebesar Rp30,7 triliun.
Chief Executive Officer (CEO) Pinnacle Investment Guntur Putra menyebutkan jika nilai surat utang korporasi yang jatuh tempo lebih besar dibandingkan dengan realisasi penggalangan dana maka akan berpotensi ketersediaan obligasi korporasi menjadi lebih terbatas.
“Ini dapat menyebabkan peningkatan permintaan terhadap obligasi yang tersedia, yang pada gilirannya dapat meningkatkan harga obligasi dan menurunkan imbal hasilnya,” kata Guntur kepada Bisnis, Selasa (14/5/2024).
Guntur menjelaskan kinerja produk reksa dana berbasis obligasi korporasi mungkin menjadi lebih rendah, terutama jika manajer investasi kesulitan untuk mendapatkan obligasi dengan kualitas yang diinginkan. Risiko likuiditas dan risiko kredit adalah hal yang wajib diperhatikan jika berinvestasi di reksa dana berbasis obligasi korporasi.
Untuk mengatasi hal tersebut, manajer investasi dapat mengadopsi beberapa strategi. Salah satunya adalah dengan memperluas jangkauan investasi, baik secara geografis maupun sektoral, untuk mencari obligasi korporasi yang sesuai.
Baca Juga
Selain itu, mereka juga dapat meningkatkan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang menerbitkan obligasi atau memanfaatkan pasar sekunder untuk memperoleh obligasi yang diinginkan.
“Kebetulan di Pinnacle kami lebih fokus terhadap pengelolaan RD obligasi pemerintah,” kata dia.
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan Pinnacle dalam memilih underlying instrumen surat utang korporasi antara lain kualitas kredit emiten, likuiditas pasar, jatuh tempo, tingkat suku bunga yang ditawarkan, serta faktor-faktor ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi kinerja obligasi tersebut.
Terkait proyeksi Kinerja, kata Guntur, secara umum reksa dana berbasis surat utang korporasi biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti bunga yang ditawarkan oleh obligasi, kualitas kredit emiten, dan kondisi pasar secara umum.
Dalam kondisi pasokan obligasi yang lebih terbatas seperti yang disebutkan sebelumnya, reksa dana berbasis obligasi korporasi mungkin menghadapi tantangan dalam mencapai imbal hasil yang kompetitif dibandingkan dengan produk berbasis Surat Berharga Negara (SBN), yang cenderung lebih likuid dan memiliki risiko kredit yang lebih rendah.
“Namun, dengan manajemen investasi yang tepat dan pemilihan obligasi yang cermat, reksa dana berbasis surat utang korporasi masih dapat memberikan kinerja yang baik bagi investor,” imbuhnya.
Senada, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menyebutkan dalam menghadapi situasi terbatasnya obligasi pihaknya aktif memperhatikan penawaran obligasi korporasi dari perusahaan sekuritas dan untuk reksa dana terproteksi. Meski demikian, masih diperlukan fasilitas untuk warehouse karena tanggal penerbitan reksa dana terproteksi belum tentu sama dengan obligasinya.
Adapun beberapa pertimbangan dalam memilih reksa dana berbasis obligasi korporasi menurut Rudiyanto adalah memastikan peringkat obligasi korporasi minimum investment grade dan memastikan kesehatan keuangan perusahaan seperti rasio hutang masing-masing perusahaan,
“Kemudian laporan keuangan perusahaan yang masih menghasilkan pertumbuhan sales dan laba bersih setiap periode serta Good Corporate Governance,” imbuh Rudiyanto.