Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Perkasa, Efek Kenaikan Suku Bunga atau Operasi Pasar BI?

Nilai tukar rupiah mulai menunjukkan penguatan pada awal Mei 2024 setelah bertengger di atas Rp16.200 bulan sebelumnya.
Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah mulai menunjukkan penguatan pada awal Mei 2024 setelah bertengger di atas Rp16.200 hampir sepanjang April 2024. 

Pada April pula, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25%. Kenaikan pertama sejak Oktober 2023, di mana suku bunga bertahan di level 6%. 

Tepat satu minggu setelah pengumuman tersebut atau pada minggu pertama Mei 2024, rupiah mulai menunjukkan keperkasaannya. 

Tercatat pada penutupan perdagangan Kamis (2/5/2024), rupiah berada pada level Rp16.185 per dolar Amerika Serikat (AS). Sementara pada Jumat (3/5/2024), rupiah kembali menguat ke level Rp16.083. Sebelumnya pada 30 April 2024, rupiah melemah ke angka Rp16.259 per dolar AS.

Sejalan dengan hal tersebut, Perry menyebutkan modal asing tercatat sudah mulai kembali masuk ke pasar domestik yang dibuktikan oleh adanya inflow dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) senilai Rp4,5 triliun pada pekan keempat April 2024. 

Sementara pada minggu pertama Mei, aliran modal asing terus mengalir ke pasar domestik setelah sebelumnya selalu kabur. 

“Pada 3 hari pertama di minggu pertama Mei, SRBI inflow Rp1,58 triliun. Bahkan SBN yang semula outflowitu sudah kembali inflow pada minggu pertama Mei, tiga hari pertama ini totalnya Rp3,75 triliun,” lanjutnya. 

Meski sempat mengalami depresiasi, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai stabilitas rupiah masih cukup terjaga karena pelemahan yang lebih rendah dari mata uang negara lain. 

Pada penutupan pasar per 26 April 2024, Yen Jepang dan Won Korea Selatan masing-masing mengalami perlemahan yang tajam, yakni masing-masing 10,92% dan 6,34% (year-to-date/ytd). 

“Sedangkan mata uang Thailand Baht melemah 7,63% ytd. Rupiah juga mengalami perlemahan yaitu 5,02% ytd. Rupiah masih relatif lebih rendah,” jelas Sri Mulyani.

Pelemahan sejumlah mata uang terhadap dolar Amerika Serikat (AS)./dok.Bank Indonesia
Pelemahan sejumlah mata uang terhadap dolar Amerika Serikat (AS)./dok.Bank Indonesia

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut juga melihat kinerja rupiah turut ditopang oleh kebijakan stabilitas Bank Indonesia (BI) serta surplus neraca perdagangan barang yang terus berlanjut berturut-turut selama 47 bulan sejak bulan Mei 2020.

Sementara posisi cadangan devisa (cadev) sampai akhir Maret pun tetap tinggi di angka US$140,4 miliar. Posisi ini setara dengan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 

Rupiah Menuju Tren Penguatan 

Perry Warjiyo cukup percaya diri terhadap penguatan rupiah pada dua hari pertama Mei. Dirinya optimistis rupiah akan terus menguat sebagaimana BI proyeksikan, akan menuju Rp16.000 dalam waktu dekat. 

Menurutnya, terdapat empat faktor yang mendasari rupiah akan mulai menguat dan terus menguat ke depannya. 

Pertama, suku bunga acuan atau BI-Rate telah naik 25 basis poin (bps) menjadi 6,25% pada 24 April 2024 lalu. Alhasil, daya tarik imbal hasil investasi porto di Indonesia akan kembali menarik. 

Kedua, modal asing tercatat sudah mulai kembali masuk ke pasar domestik mulai pekan keempat April 2024 dan berlanjut pada pekan pertama Mei. 

Ketiga, menguatnya rupiah turut dipicu oleh prospek ekonomi RI yang lebih baik dan berdaya tahan kuat. Pemerintah dan BI meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2024 akan terjaga di atas 5%. Di samping itu, inflasi melandai dan berada di target 1,5%-3,5%. 

Keempat, Bank indonesia terus berkomitmen untuk menjaga nilai tukar rupiah. Hal ini melalui koordinasi dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). 

“Selain itu, BI juga melanjutkan pendalaman pasar uang dan valas, berkoordinasi dengan pemangku kebijakan lainnya, dalam rangka mendukung stabilitas nilai tukar rupiah,” tutupnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper