Bisnis.com, JAKARTA - Memasuki bulan Mei 2024, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi tertekan oleh sejumlah faktor eksternal, salah satunya menjelang fenomena Sell in May and Go Away. Adapun, IHSG melemah 3,25% secara year-to-date (ytd) ke posisi 7.036,07 pada Jumat (26/4/2024).
Perlu diketahui, fenomena Sell in May and Go Away mengacu pada strategi investor mengurangi porsi saham pada bulan Mei. Misalnya, para investor asing meninggalkan pasar saham untuk pergi berlibur selama musim panas, lalu masuk kembali ke pasar saham pada November.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan, jika berkaca pada data historis sejak Mei 2013 atau selama 10 tahun terakhir, fenomena pelemahan IHSG akibat fenomena sell in May tidak selalu terjadi.
"Belum terbukti sell in May and go away akan terjadi berdasarkan data historis, hanya 60% sejak 10 tahun terakhir IHSG mengalami kinerja yang negatif dan itu lebih dipengaruhi dari kondisi pasar dan ekonomi pada saat itu, bukan karena fenomena tersebut," jelas Arjun kepada Bisnis, Senin (29/4/2024).
Kendati demikian, menurutnya sebelum akhir kuartal II/2024, IHSG masih ada potensi rebound menjelang musim pembayaran dividen mulai dari pekan ketiga Mei hingga akhir kuartal.
Proyeksi tersebut seiring dengan rilis laporan keuangan mayoritas emiten big cap yang diekspektasikan akan mencetak laba yang memadai dan tumbuh positif karena kondisi bisnis domestik yang masih kuat dan kondusif.
Baca Juga
"IHSG dari level terkini menurut saya bisa rebound sebelum akhir kuartal II/2024. Target forecast untuk level penutupan IHSG per akhir Juni 2024 antara kisaran 7.260 hingga 7.300," jelasnya.
Alhasil, Arjun merekomendasikan sejumlah saham pilihan di berbagai sektor. Misalnya, di sektor telekomunikasi ada saham TLKM, ISAT, dan EXCL. Kemudian, di sektor energi ada INCO, PGAS, MEDC, dan ADRO.
"Sementara itu untuk sektor perbankan, kami merekomendasikan BBRI, BMRI, BBCA, BBNI dan BRIS," pungkas Arjun.
Di lain sisi, Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi mengatakan, selain faktor sell in May, pelemahan IHSG juga disebabkan karena meningkatnya ketidakpastian ekonomi di tengah potensi pelonggaran kebijakan moneter bank sentral yang lebih panjang dari ekspektasi pasar sebelumnya.
"Jika berkaca dalam 3 tahun terakhir, tendensinya memang IHSG mengalami koreksi saat bulan Mei, terlihat dari seasonality yang mencatatkan performa negatif pada IHSG," ujar Audi kepada Bisnis.
Menurutnya, koreksi pada Mei 2024 berpotensi terjadi, bukan karna hanya tren historis saja, melainkan dari faktor eksternal yang memang menghambat laju kenaikan IHSG, seperti suku bunga yang masih tertahan di level tinggi. Sehingga, menurutnya investor saat ini beralih pada aset yang memberikan return yang lebih tinggi.
Sejarah Sell in May and Go Away
Vice President Corporate Finance Institute (CFI) Andrew Loo menjelaskan, jika investor mengikuti strategi Sell in May and Go Away, mereka menjual saham pada awal Mei, atau selama akhir musim semi, dan hasilnya disimpan dalam bentuk tunai.
Kemudian, para investor akan berinvestasi lagi pada November, atau di akhir musim gugur. Dengan mengikuti strategi ini, investor akan menghindari memegang saham selama bulan-bulan musim panas.
Istilah tersebut awalnya berasal dari sebuah pepatah kuno di Inggris yang berbunyi: “Sell in May and go away, and come back on St. Leger’s Day” yang mengacu pada arena balap atau pacuan kuda.
Pepatah tersebut biasa dilontarkan di antara para pedagang, bangsawan, dan bankir di kota London ini sebetulnya merujuk pada kebiasaan mereka yang suka meninggalkan kota selama berbulan-bulan sepanjang musim panas untuk kemudian kembali pada pertengahan September untuk menonton gelaran pacuan kuda, St. Leger’s Day, di arena balap Doncaster, South Yorkshire.
Andrew Loo mengatakan, salah satu alternatif untuk Sell in May and Go Away yang direkomendasikan oleh para analis adalah dengan merotasi dan memvariasikan portofolio daripada menjual investasi di bulan Mei.
"Alternatif lainnya bagi investor yang memiliki tujuan jangka panjang adalah dengan membeli dan menahan investasi atau tidak menjual investasinya di musim semi, namun tetap mempertahankan investasi tersebut dalam portofolio," ujar Andrew dikutip dari laman resmi CFI Senin (29/4/2024).
Menurutnya, data historis secara umum mendukung pepatah Sell in May and Go Away selama bertahun-tahun dan sejak 1945. Indeks S&P 500 telah mencatat kenaikan rata-rata kumulatif enam bulan sebesar 6,7% pada periode antara November hingga April, dibandingkan dengan kenaikan rata-rata sekitar 2% antara Mei dan Oktober.
Selain itu, S&P 500 biasanya menghasilkan imbal hasil positif sekitar dua pertiga dari periode Mei hingga Oktober, sementara persentase tersebut meningkat menjadi 77% dari November hingga April.
---
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.