Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan mata uang rupiah terhadap dolar AS menguntungkan sebagian emiten di pasar modal. Emiten CPO PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG) menuturkan tetap berfokus pada kinerja operasionalnya meski diuntungkan dengan selisih kurs tersebut.
Corporate Secretary Triputra Agro Persada Joni Tjeng mengatakan perdagangan kelapa sawit menggunakan acuan harga bernominasi dolar AS, sehingga depresiasi rupiah secara langsung akan meningkatkan nilai jual dan performa TAPG.
Dia melanjutkan, di sisi pendanaan, saat ini pinjaman TAPG memang seluruhnya bernominasi rupiah,. Namun demikian tingkat pinjaman perseroan diklaim sangat rendah lantaran TAPG bertekad untuk memperkuat struktur keuangan sejak tahun lalu.
"Hal tersebut mengakibatkan depresiasi rupiah tidak akan signifikan mempengaruh kinerja keuangan perseroan pada sisi funding," kata Joni, dihubungi Rabu (17/4/2024).
Joni menuturkan saat ini TAPG melihat pergerakan nilai tukar merupakan hasil dari pergerakan dari pasar sehingga hal tersebut tidak dapat dikontrol oleh perseroan.
"Fokus perseroan tetap pada variabel yang dapat dikontrol oleh perseroan yaitu optimalisasi produktivitas serta control cost untuk dapat memaksimalkan kinerja pada tahun 2024," ujar Joni.
Baca Juga
Adapun sepanjang 2023, TAPG mencatatkan pendapatan sebesar Rp8,32 triliun pada 2023. Pendapatan ini turun 10,91% dibandingkan tahun 2022 yang sebesar Rp9,34 triliun.
Pendapatan ini dikontribusi dari pendapatan produk kelapa sawit dan turunannya sebesar Rp8,3 triliun dan pendapatan produk karet sebesar Rp23,2 miliar.
Meski pendapatan turun, beban pokok penjualan TAPG tercatat meningkat 8,51% menjadi Rp6,1 triliun pada 2023, dari 2022 yang sebesar Rp5,62 triliun.
Turunnya pendapatan ini juga membuat laba bersih TAPG ikut turun menjadi Rp1,6 triliun di 2023. Laba bersih ini turun 46,05% dibandingkan tahun 2022 sebesar Rp2,98 triliun.