Bisnis.com, JAKARTA – Tingginya beban keuangan yang ditanggung PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) hingga banyaknya piutang bermasalah, akhirnya membuat rugi bersih perusahaan semakin melambung sepanjang tahun lalu.
Laporan keuangan per akhir Desember 2023 menunjukkan beban keuangan yang ditanggung WIKA mencapai Rp3,2 triliun atau meningkat 133,7% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Beban keuangan ini mencakup beban bunga atas utang bank ataupun nonbank, beban provisi, dan beban administrasi bank terkait perolehan pinjaman yang diraih perseroan.
Alhasil, lonjakan beban keuangan WIKA akhirnya membuat rugi bersih perseroan kian tinggi. Padahal, jika mencermati kinerja pos pendapatan, emiten BUMN Karya ini sejatinya masih membukukan pertumbuhan sepanjang tahun lalu.
WIKA tercatat mencetak pendapatan sebesar Rp22,53 triliun, tumbuh 4,89% year-on-year (YoY). Kenaikan tersebut ditopang oleh segmen infrastruktur dan gedung yang mencapai Rp11,85 triliun atau meningkat 9,87% secara tahunan.
Selain itu, segmen energi dan industrial plant memberikan kontribusi senilai Rp4,10 triliun, tumbuh 5,83% YoY. Segmen selanjutnya yakni hotel mencapai Rp869,19 miliar atau naik 22,74% YoY, sementara segmen realty dan properti berkontribusi Rp600,4 miliar.
Baca Juga
Namun, setelah diakumulasikan dengan berbagai pendapatan dan beban lainnya, WIKA membukukan rugi bersih tahun berjalan sebesar Rp7,12 triliun, meningkat dari posisi 2022 yang mencapai Rp59,59 miliar. Rugi per saham juga naik dari Rp6,64 ke Rp794,68.
Sekretaris Perusahaan WIKA Mahendra Vijaya mengonfirmasi bahwa beban terberat perseroan mencakup beban bunga, yang masuk ke dalam pos beban keuangan.
“Kalau dibaca [laporan keuangan] sudah Rp3 triliun lebih beban bunganya. Memang itu kenapa kami melakukan restrukturisasi keuangan karena pada dasarnya beban bunga itu yang paling membebani WIKA,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Selasa (2/4/2024) malam.
Di sisi lain, faktor yang mempengaruhi kinerja perseroan sepanjang tahun lalu adalah banyaknya piutang bermasalah. Hal ini bermula saat pemilik vendor atau mitra yang tidak mampu melakukan pembayaran saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
WIKA, kata Mahendra, telah berupaya menyelesaikan persoalan tersebut melalui proses mediasi di pihak-pihak independen. Namun, dinamika yang terjadi membuat perseroan mau tidak mau melakukan pencadangan kerugian atas piutang bermasalah.
“Atas dasar itu, ada piutang yang tidak bisa ditagihkan dan prosesnya cukup panjang melalui arbitrase, pengadilan, dan sebagainya. Ada yang sudah diputus, ada juga yang masih berproses. Namun, karena prosesnya cukup panjang, kami melakukan pencadangan duluan,” tuturnya.
Faktor itu yang kemudian membuat bottom line WIKA mengalami penurunan, sehingga rugi bersih tahun lalu mengalami lonjakan dibandingkan dengan 2022.
“Jadi kinerja 2023 ini bisa dikatakan sebagai kondisi terendah WIKA. Mudah-mudahan di 2024 kami bisa membukukan kinerja yang lebih baik dibandingkan 2023 melalui PMN [Penyertaan Modal Negara] dan lainnya, tetapi proses penyehatan memang perlu waktu,” pungkasnya.