Bisnis.com, JAKARTA – Emiten BUMN pertambangan PT Timah Tbk. (TINS) mencatatkan penurunan produksi bijih timah sebesar 26% secara tahunan pada 2023. Koreksi ini tidak terlepas dari maraknya pertambangan timah secara ilegal.
Direktur Utama TINS Ahmad Dani Virsal memerinci bahwa produksi bijih timah milik perseroan tercatat mencapai 14.855 ton, turun 26% year-on-year (YoY) jika dibandingkan dengan capaian produksi 2022 yang tercatat sebanyak 20.079 ton.
“Dan [produksi] tahun 2022 itu juga lebih rendah dibandingkan 2021. Jadi, tiga tahun terakhir ini terus menurun,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Selasa (2/4/2024).
Dia melanjutkan produksi logam timah TINS sepanjang 2023 juga mengalami penurunan sebesar 23% YoY menjadi 15.340 metrik ton. Sejalan dengan hal tersebut, penjualan logam timah juga terkoreksi 31% secara tahunan menjadi 14.385 metrik ton.
Turunnya penjualan logam timah, kata Dani, juga ditopang oleh pelemahan harga jual rata-rata logam timah. Pada tahun lalu, rata-rata harga jual timah TINS mencapai US$26.583 per metrik ton atau menurun 16% dibandingkan harga rerata pada 2022.
“Karena penurunan volume penjualan logam timah dan penurunan harga jual logam dibandingkan tahun sebelumnya, menyebabkan pendapatan juga turun 33% dan mengalami kerugian pada tahun 2023,” kata Dani.
Baca Juga
Pada 2023, perseroan membukukan rugi bersih sebesar Rp449,69 miliar. Capaian ini berbanding terbalik dibandingkan kinerja 2022 yang mencatatkan laba senilai Rp1,04 triliun.
Secara rinci, pendapatan TINS juga ambles 32,88% YoY menjadi Rp8,39 triliun. Pendapatan tersebut ditopang dari pertambangan timah sebesar Rp8,36 triliun, disusul pertambangan batu bara sebesar Rp1,05 triliun, dan segmen industri sebesar Rp962,22 miliar.
Selanjutnya, pendapatan segmen konstruksi menyumbang Rp307,5 miliar, dan segmen lainnya Rp441,79 miliar. Pendapatan itu kemudian dikurangi biaya eliminasi sebesar Rp2,73 triliun.
Sejalan dengan turunnya pendapatan, beban pokok TINS juga terpangkas 20,56% secara tahunan menjadi Rp7,92 triliun. Alhasil, laba bruto perseroan turun 81,55% YoY ke Rp465,94 miliar.
Sebelumnya, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko TINS Fina Eliani mengatakan ada beberapa faktor yang berdampak pada kinerja perseroan, di antaranya teknana harga logam timah dunia, lemahnya permintaan timah, hingga maraknya penambangan timah ilegal.
“Selain itu, penambangan timah tanpa izin yang terjadi di Bangka Belitung akibat tata kelola pertimahan yang belum membaik, berdampak negatif pada bisnis pertimahan di Indonesia khususnya perseroan,” ujar Fina dalam tertulis baru-baru ini.