Bisnis.com, JAKARTA – Emiten grup BUMN, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) membutuhkan dana jumbo hingga US$3 miliar atau sekitar Rp46,74 triliun (kurs jisdor Rp15.582 per dolar AS) untuk mendanai ekspansi besar-besaran perseroan.
Direktur Keuangan PGEO Yurizki Rio mengatakan, dana jumbo yang dibutuhkan perseroan untuk mendanai rencana ekspansi perseroan tersebut untuk jangka panjang hingga 2029 mendatang.
“Terkait dengan ekspansi, betul dana yang dibutuhkan hingga 2029 kami ada rencana sampai dengan US$3 miliar, itu sudah termasuk pengembangan organik maupun potensi merger dan akusisi,” ujar Yurizki dalam paparan publik di Jakarta, Kamis (14/3/2024).
Sementara itu, pada 2024 PGEO menyiapkan anggaran belanja modal sebesar US$547 juta atau sekitar Rp8,52 triliun. Capex tersebut akan digunakan untuk ekspansi dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi perseroan serta membiayai rencana pertumbuhan secara organik dan akuisisi.
“Untuk capex tahun ini kami siapkan sekitar US$547 juta, di mana sekitar 10-15% untuk maintenance, dan sisanya untuk growth capex,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, sumber dana belanja modal akan dioptimalkan dari fasilitas PGEO yang sudah ada seperti sindikasi perbankan, hingga penerbitan obligasi untuk pembiayaan kembali (refinancing).
Baca Juga
PGEO menyampaikan akan terus melakukan ekspansi dengan mengeksplorasi potensi panas bumi dan pengoptimalan wilayah kerja untuk meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) untuk mengejar target perseroan hingga 1 gigawatt (GW) dalam dua tahun ke depan.
Saat ini, PGEO memiliki total kapasitas sebesar 1.877 megawatt dari 14 wilayah kerja panas bumi dengan rincian 672 megawatt (MW) dari operasional sendiri dan 1.205 megawatt dari kontrak dengan klien.
Adapun, beberapa ekspansi proyek PGEO yang tengah berjalan pada 2024 di antaranya yaitu Hululais Unit 1 dan 2 dengan kapasitas 110 MW yang bermitra dengan PLN. Selanjutnya PLTP Lumut Balai unit 2 kapasitas 55 MW ditargetkan akan mulai beroperasi pada kuartal IV/2024.
Selanjutnya, PGEO tahun ini juga melakukan pengeboran (development drilling) untuk proyek Lahendong unit 7 dan 8 dengan target operasi komersial atau commercial operation date (COD) pada 2027. Oleh sebab itu, kapasitas terpasang PGEO akan bertambah sekitar 8,18% dari 672 MW pada 2023 menjadi 727 MW pada 2024.
Terkait ekspansi internasional, PGEO telah mencapai kesepakatan dengan perusahaan pengembang panas bumi Kenya, Geothermal Development Company Ltd. (GDC) dan Africa Geothermal International Ltd. (AGIL), untuk mempercepat pengembangan dua lapangan panas bumi di negara Afrika yang estimasinya mulai tahun ini.
Tak hanya itu, emiten pelat merah itu juga telah resmi menandatangani Non-Disclosure Agreement (NDA) dengan perusahaan Turki, Kipas Holding untuk pengembangan potensi panas bumi di Turki. Kapasitas proyek anorganik dari Turki dan Kenya tersebut sebesar 640 MW.
Menilik kinerja keuangannya, PGEO mencatatkan laba bersih periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp163,59 juta atau setara Rp2,53 triliun sepanjang 2023. Angka tersebut naik 28,47% secara year-on-year (YoY) dibandingkan periode sama tahun 2022 sebesar US$127,34 juta.
Dari sisi pendapatan, PGEO membukukan pendapatan sebesar US$406,28 juta atau setara Rp6,29 triliun (kurs Jisdor Rp15.493 per 29 Desember 2023) sepanjang tahun 2023. Pendapatan tersebut naik 5,24% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar US$386,06 juta.
Pendapatan PGEO ditopang oleh penjualan uap dan listrik kepada pihak berelasi yaitu PT Indonesia Power dari sumur Kamojang US$67,23 juta. Kemudian kepada pihak PLN yang bersumber dari 5 sumur yaitu Ulubelu, Lahendong, Kamojang, Lumut Balai, dan Karaha senilai total US$313,22 juta, serta production allowances pihak ketiga sebesar US$19,79 juta.