Bisnis.com, JAKARTA — Penghimpunan dana di pasar modal Indonesia melalui initial public offering (IPO) pada 2024, menghadapi sejumlah tantangan usai Pilpres 2024. Ketidakpastian global dan iklim suku bunga tinggi juga membayangi pasar IPO Tanah Air.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, sejauh ini prospek penghimpunan dana di pasar modal masih positif, seiring dengan Pemilu 2024 yang digelar berjalan dengan aman dan kondusif pada 14 Februari 2024 lalu.
Menurutnya, pelaku pasar pun sudah dapat menebak arah pemerintahan selanjutnya dari hasil quick count maupun real count, meski tetap perlu menunggu hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Namun juga harus diperhatikan, sejauh ini tingkat suku bunga masih tinggi, sehingga para perusahaan juga akan masih selektif dalam memilih alternatif pendanaan yang mereka miliki. Dan IPO saham masih akan menjadi pilihan yang menarik, setidaknya hingga semester I/2024," ujar Nico kepada Bisnis, Senin (4/3/2024).
Lebih lanjut dia mengatakan, pada semester II/2024 ada kemungkinan tingkat suku bunga turun, sehingga penerbitan obligasi diproyeksikan juga akan semarak. Selain itu, situasi dan kondisi yang kondusif juga akan mendorong rights issue menjadi bagian dari alternatif pendanaan selanjutnya, bagi emiten yang sudah tercatat.
Sejauh ini, Bank Indonesia (BI) masih menahan suku bunga BI rate di level 6%. Sedangkan Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) masih menahan suku bunga di kisaran 5,25%-5,5% dan pelaku pasar memproyeksikan suku bunga mulai dipangkas pada paruh kedua tahun ini.
Baca Juga
Menurut Nico, terkait potensi penyerapan saham IPO oleh pelaku pasar dan investor, semua itu akan kembali kepada prospek sektor dan perusahaan tersebut. Jika perusahaan tersebut memiliki fundamental baik, maka investor akan tertarik berinvestasi di saham tersebut.
"Kualitas dan kuantitas selalu menjadi perbincangan sedari dulu, tinggal bagaimana investor mampu memilih saham yang terbaik dengan melakukan analisa terlebih dahulu, agar saham tersebut memberikan keuntungan," ujarnya.
Adapun, saham di sektor energi baru terbarukan (EBT) dinilai masih akan memiliki prospek positif, sejalan dengan pemerintah yang ingin terus mendorong penetrasi kendaraan listrik yang semakin banyak di masyarakat.
Dia mengatakan, meskipun prospek pasar global penuh dengan ketidakpastian, namun mulai memberikan harapan seperti inflasi yang mulai terkendali. Sehingga diharapkan semester II/2024 tingkat suku bunga akan turun, sehingga mendorong daya tarik aset di sektor yang berisiko seperti saham.
"Oleh sebab itu, tren IPO di tahun 2024 masih akan positif, meskipun ketidakpastian akan mengiringi," pungkas Nico.
Senada, Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project, William Hartanto mengatakan bahwa prospek pasar IPO di Indonesia masih unggul. Namun, tetap ada tantangan bagi IHSG.
"Namun tantangannya adalah minat investornya, karena saat ini pasar modal relatif kalah menarik dibanding instrumen lain seperti kripto, dan sudah terlihat penurunan nilai transaksi IHSG," ujar William kepada Bisnis.
Pada Senin (4/3/2024) IHSG turun 0,48% atau 35,15 poin ke level 7.276,74. Secara year-to-date (ytd) IHSG naik tipis 0,05%, dan rata-rata transaksi harian saham sebesar Rp10,59 triliun.
Menurut William, tahun ini bisa setidaknya sama seperti rekor tahun lalu, diperkirakan mendapat dorongan dari sektor energi dan consumer goods. Alasannya, karena kedua sektor ini yang menjadi tren geopolitik sejak Pilpres 2024 dan memang akan digenjot oleh pemerintah.
"Maka, pelaku usaha biasanya akan memanfaatkan situasi ini, di mana minat pelaku pasar masih tinggi di sektor tertentu untuk mencari pendanaan lewat IPO," pungkas William.
Adapun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat masih terdapat 84 pipeline penawaran umum, dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp56,83 triliun, yang di antaranya merupakan rencana IPO oleh emiten baru sebanyak 56 perusahaan. Sementara BEI menargetkan setidaknya tahun ini ada 62 emiten yang melantai di Bursa.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.