Bisnis.com, JAKARTA - Emiten Grup Sinarmas PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) masuk radar Bursa Efek Indonesia (BEI) seiring dengan lonjakan harga sahamnya.
Saham DSSA bertengger di level Rp111.225 per saham, sekaligus menjadi saham termahal di BEI. Kapitalisasi pasarnya Rp85,70 triliun dengan valuasi PER 11,02 kali dan PBV 4,34 kali. Saham DSSA melonjak signifikan dari Rp77.000 pada awal 2024.
BEI menyampaikan dalam rangka perlindungan investor, dengan ini Bursa menginformasikan bahwa telah terjadi peningkatan harga saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) di luar kebiasaan (Unusual Market Activity/ UMA).
"Pengumuman Unusual Market Activity (UMA) tidak serta merta menunjukkan adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal," papar BEI.
Informasi terakhir mengenai Perusahaan Tercatat adalah informasi tanggal 5 Januari 2024 yang dipublikasikan melalui website PT Bursa Efek Indonesia (Bursa) tentang laporan bulanan aktivitas eksplorasi.
Sehubungan dengan terjadinya UMA atas saham DSSA tersebut, Bursa saat ini sedang mencermati perkembangan pola transaksi saham ini.
Baca Juga
Oleh karena itu para investor diharapkan untuk memperhatikan jawaban Perusahaan Tercatat atas permintaan konfirmasi Bursa; mencermati kinerja Perusahaan Tercatat dan keterbukaan informasinya; mengkaji kembali rencana corporate action Perusahaan Tercatat apabila rencana tersebut belum mendapatkan persetujuan RUPS; dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang dapat timbul di kemudian hari sebelum melakukan pengambilan keputusan investasi.
Pada penghujung 2023, DSSA meraih fasilitas kredit sebesar US$181,50 juta atau setara Rp2,79 triliun (kurs jisdor Rp15.414) dari PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) dan PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk. (SDRA).
Corporate Secretary Dian Swastatika Sentosa Susan Chandra mengatakan DSSA menandatangani perjanjian fasilitas pinjaman berjangka dengan kreditur sindikasi yang terdiri dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dan PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk. (SDRA) dengan plafon sampai dengan sebesar US$181.500.000.
“Fasilitas pinjaman ini dijamin antara lain dengan aset Perseroan,” katanya dalam keterbukaan informasi, dikutip Rabu (27/12/2023).
Susan mengatakan fasilitas pinjaman ini rencananya akan digunakan untuk membiayai keperluan umum, termasuk untuk memenuhi kebutuhan operasional dan pengembangan usaha DSSA dan entitas anak.
Penerimaan fasilitas pinjaman ini dapat menyebabkan rasio hutang terhadap ekuitas Perseroan meningkat hingga sebesar 11,42%.
Sebelumnya, DSSA mengumumkan meraih fasilitas pinjaman dari PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) sebesar US$197 juta atau setara Rp3,05 triliun (kurs jisdor Rp15.506) yang akan digunakan untuk modal kerja DSSA dan entitas anak.
Pada pemberitaan Bisnis sebelumnya, DSSA akan membangun pabrik solar module dan solar cell senilai lebih dari US$100 juta atau sekitar Rp1,55 triliun (kurs jisdor Rp15.504) dan ditargetkan beroperasi pada kuartal III/2024.
Wakil Presiden Direktur Dian Swastatika Sentosa Lokita Prasetya mengatakan DSSA menggandeng Trina Solar salah satu perusahaan China dan juga PLN Grup untuk membangun pabrik solar cell yang berkapasitas hingga 1 gigawatt.
Pabrik dengan kapasitas produksi awal sebesar 1 gigawatt peak per tahun berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kendal, Jawa Tengah.
Lokita menyebutkan dana jumbo tersebut akan berasal dari internal DSSA dan fasilitas kredit bank. Meski tidak merincikan besaran nilai, Lokita menyebut sebanyak 70% hingga 80% akan berasal dari bank, sisanya dari internal kas.