Bisnis.com, MALUKU UTARA – PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) atau Harita Nickel dapat menambah kapasitas produksi seiring dengan pengoperasian smelter baru.
Saat ini, seluruh tambang NCKL memproduksi sebanyak 18 juta metrik ton bijih nikel yang terdiri atas bijih dengan kadar nikel tinggi atau saprolit dan kadar nikel rendah atau limonit.
Direktur Operasional Harita Nickel Younsel Evand Roos mengatakan total produksi bijih nikel perusahaan pada 2025 mendatang akan mencapai sekitar 32 juta metrik ton. Proyeksi ini seiring dengan target dimulainya operasional smelter baru Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang akan dioperasikan oleh entitas anak NCKL PT Karunia Permai Sentosa (KPS).
Dia mengatakan, smelter tersebut nantinya akan memiliki 12 jalur (line) produksi, terbesar di antara smelter yang saat ini dioperasikan oleh Grup Harita. Selain itu, perusahaan juga tengah mengembangkan segmen hilirisasi nikel dengan membangun pabrik pembuatan baja nirkarat (stainless steel). Younsel mengatakan, pabrik tersebut ditargetkan mulai beroperasi pada 2026-2027 mendatang.
“Nanti kalau semua sudah full capacity, kami sudah harus siap produksi atau supply sebanyak 38 juta metrik ton ore mentah per tahun mulai 2026,” ujar Younsel saat ditemui Tim Jelajah EV di Kawasi, Pulau Obi, Maluku Utara pada Senin (5/12/2023).
Sementara itu, Kepala Teknik Tambang Harita Nickel Primus Priyanto mengatakan saat ini perusahaan memiliki stok bijih nikel limonit sebesar 14 juta metrik ton. Dia menuturkan, persediaan tersebut masih mencukupi untuk kegiatan produksi entitas anak perusahaan, PT Halmahera Persada Lygend (HPAL), selama 5 hingga 6 bulan ke depan.
“Masih cukup untuk 5-6 bulan karena HPAL rata-rata konsumsi bijih limonit hariannya sekitar 30.000 metrik ton,” kata Primus.
Adapun, stok persediaan nikel jenis saprolit milik NCKL saat ini ada sekitar 3,8 juta metrik ton. Jumlah tersebut digunakan untuk memasok dua entitas anak perusahaan yang mengolah bijih saprolit menjadi feronikel, yaitu PT Halmahera Jaya Feronikel (HJF) dan PT Megah Surya Pertiwi (MSP).
Primus mengatakan, persediaan bijih saprolit itu masih mencukupi untuk 4 hingga 5 bulan ke depan. Secara rata-rata, PT HJF mengkonsumsi bijih saprolit sebanyak maksimal 20.000 metrik ton per harinya, sementara itu, PT MSP rata-rata mengolah sekitar 5.000 metrik ton bijih dalam sehari.
Adapun, untuk memastikan kelanjutan produksi bijih nikel ke depannya, Primus mengatakan NCKL tengah bersiap melakukan eksplorasi tambang pada izin usaha pertambangan (IUP) yang belum tergarap.
Primus memaparkan, salah satu daerah baru di Pulau Obi yang sedang dipersiapkan untuk ditambang berada di daerah Desa Fluk dan Desa Gambaru. Dia menuturkan, IUP pada wilayah tersebut dimiliki oleh PT Gane Tambang Sentosa yang baru saja diakuisisi NCKL akhir November lalu.
Dia mengatakan, saat ini perusahaan tengah membangun tempat tinggal bagi karyawan untuk kegiatan penambangan di Desa Fluk dan Desa Gambaru. Primus menargetkan kegiatan penambangan akan dimulai pada tahun depan.
Selain itu, perusahaan juga bersiap untuk masuk ke IUP yang dimiliki entitas anak lainnya, yaitu PT Jikodolong Megah Pertiwi (JMP). Dia menuturkan, pihaknya sedang menunggu perizinan dari pemerintah untuk dapat mengeksekusi IUP yang dimiliki PT JMP.
“Saat ini cadangan bijih nikel kami ada 302 juta metrik ton. Kalau kami semakin memperbanyak eksplorasi di area IUP baru, tentu saja akan meningkatkan keyakinan bisa naik jumlah cadangannya,” kata Primus.