Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka melemah ke posisi Rp15.524 pada pembukaan perdagangan hari ini, Kamis (7/12/2023).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 0,20% atau 30,50 poin ke posisi Rp15.524 per dolar AS, sementara itu indeks dolar AS terpantau melemah 0,04% ke level 104.094.
Sementara itu, mata uang kawasan Asia lain bergerak bervariasi. Yen Jepang menguat 0,28%, dolar Singapura menguat 0,04%, won Korea melemah 0,62%, rupee India menguat 0,07%, yuan China menguat 0,01%, dan bath Thailand melemah 0,13%.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan pergerakan nilai tukar rupiah pada hari ini, Kamis (7/12/2023) akan tetap bergerak fluktuatif tetapi kembali ditutup menguat di rentang Rp15.460 – Rp15.550.
Ibrahim Assuaibi menuturkan data JOLTs menunjukkan lowongan pekerjaan di AS menurun pada Oktober. Hal ini meningkatkan harapan sekaligus membatasi ruang The Fed untuk mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.
“Meskipun pasar yakin bahwa The Fed tidak akan menaikkan suku bunga lagi, ketidakpastian mengenai kapan tepatnya bank sentral akan mulai menurunkan suku bunga pada tahun 2024 masih menjadi faktor utama ketidakpastian,” ujarnya dalam riset harian.
Dia menilai bahwa perekonomian AS yang tetap tangguh diperkirakan menjaga inflasi tetap stabil, sementara pasar tenaga kerja mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk mereda dibandingkan perkiraan.
Para pedagang memperkirakan kemungkinan lebih dari 50% bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga paling cepat pada Maret 2024. Namun, bank sentral sebagian besar mempertahankan retorikanya yang lebih tinggi untuk jangka panjang. Dari dalam negeri, tingkat inflasi pada Desember 2023 diperkirakan meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.
Salah satu penyebabnya adalah Natal dan tahun baru, sehingga secara siklus inflasi di akhir tahun cenderung naik terutama pada produk yang sifatnya bahan pangan. Oleh karena itu, pemerintah diminta mewaspadai inflasi pangan karena Indonesia baru mengalami badai El Nino.
Di samping itu, pemerintah juga perlu mewaspadai inflasi karena naiknya permintaan di tengah penyelenggaraan kampanye menuju pemilu 2024. Ibrahim