Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Ditutup Perkasa Bareng Mata Uang Asia Lainnya, Dolar AS Keok

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil ditutup menguat ke level Rp15.440 pada perdagangan hari ini, Selasa, (21/11/2023).
Warga memegang sejumlah uang rupiah di Pasar Petisah, Medan, Sumatra Utara pada Minggu (29/1/2023). - Bloomberg/Dimas Ardian
Warga memegang sejumlah uang rupiah di Pasar Petisah, Medan, Sumatra Utara pada Minggu (29/1/2023). - Bloomberg/Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil ditutup menguat ke level Rp15.440 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Selasa, (21/11/2023). Penguatan rupiah terpantau kompak bersama mayoritas mata uang Asia, sedangkan dolar AS lesu pada sore ini.

Berdasarkan data Bloomberg dikutip Selasa, (21/11/2023) pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup menguat 0,03% atau 5 poin ke level Rp15.440 per dolar AS, setelah ditutup naik pada perdagangan kemarin. Sementara itu, indeks mata uang Negeri Paman Sam terpantau melemah 0,22% ke posisi 103,21 pada sore ini. 

Adapun, mayoritas mata uang Asia terpantau kebal terhadap dolar AS, di antaranya yaitu dolar Taiwan menguat tajam 1,05%, yen Jepang melesat 0,57%, yuan China menguat 0,49%, dan ringgit Malaysia menguat 0,36%.

Selanjutnya, peso Filipina menguat 0,28%, baht Thailand naik 0,23%, won Korea naik 0,20%, dolar Singapura menguat 0,19%, dan rupee India menguat tipis 0,01%. Hanya dolar Hongkong yang stagnan pada sore ini.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, dari sentimen eksternal, membaiknya sentimen risiko dan ekspektasi bahwa Federal Reserve akan menghentikan kenaikan suku bunga. Sehingga hal itu menjadi katalis positif penguatan rupiah dan mata uang Asia.

"Hal ini terjadi ketika imbal hasil obligasi AS telah jatuh ke level terendah dalam dua bulan, yang mengindikasikan potensi pergeseran arah kebijakan moneter," ujar Ibrahim dalam riset, Selasa, (21/11/2023).

Di lain sisi, Bank Sentral Eropa (ECB) kemungkinan masih menaikkan suku bunga meskipun beberapa perkiraan mengantisipasi penurunan suku bunga. Sebaliknya, di Amerika Serikat, data Indeks Harga Konsumen (CPI) yang lebih lemah dari perkiraan telah menyebabkan pasar mengantisipasi kemungkinan penurunan suku bunga The Fed pada awal Maret 2024.

Selain itu, kata Ibrahim, optimisme terhadap China juga menjadi sentimen positif. Pemerintah China tengah menyiapkan lebih banyak dukungan kebijakan untuk sektor properti yang sedang terpuruk di negara tersebut, yang merupakan salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu.

Dari sentimen internal, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III/2023 membaik dengan mencatat defisit US$ 1,5 miliar, lebih rendah dibandingkan defisit pada kuartal sebelumnya sebesar US$7,4 miliar. Kondisi tersebut ditopang oleh defisit neraca transaksi berjalan dan transaksi modal dan finansial yang membaik.

Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir September tercatat tetap tinggi sebesar US$134,9, atau setara dengan pembiayaan 6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah diprediksi fluktuatif namun ditutup menguat di rentang  Rp.15.410 sampai Rp15.490," pungkas Ibrahim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper