Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini berpotensi kembali lanjutkan tren penguatan setelah data ekonomi membaik.
Rupiah ditutup menguat pada kemarin, Rabu (15/11/2023). Penguatan ini terjadi setelah inflasi indeks harga konsumen AS tumbuh lebih rendah dari perkiraan.
Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup menguat 160,50 poin atau 1,02% menuju level Rp15.534 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS juga mengaut 0,13% ke 104,18.
Mata uang lain di kawasan Asia juga mayoritas menguat. Won Korea, semisal, menguat 2,12%, Yen Jepang turun 0,20%, dan yuan China menguat 0,18%. Adapun baht Thailand menguat 0,14%, dolar Singapura tumbuh 0,05%, ringgit Malaysia naik 1,12%.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan bahwa penguatan rupiah tidak terlepas dari data inflasi indeks harga konsumen (CPI) AS tumbuh lebih rendah dari perkiraan pada bulan Oktober.
“Sehingga mendorong spekulasi bahwa The Fed akan memiliki sedikit dorongan untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut,” ujarnya dalam riset harian, Kamis (16/11/2023).
Baca Juga
Dia juga mengatakan bahwa inflasi yang bergerak stagnan telah menjadi tantangan utama bagi The Fed dalam mempertahankan sikap hawkish, terutama usai inflasi meningkat lebih dari perkiraan pada bulan Agustus dan September.
“Namun, mengingat The Fed memberi isyarat bahwa kenaikan suku bunga di masa depan sebagian besar akan bergantung pada jalur inflasi, pembacaan bulan Oktober mengurangi ekspektasi kenaikan suku bunga,” pungkasnya.
Ketua Fed Jerome Powell dan pembuat kebijakan lainnya dalam beberapa hari terakhir telah mencoba melawan ekspektasi bahwa bank sentral AS telah menyelesaikan siklus kenaikan suku bunganya yang agresif.
Menurut alat FedWatch CME, kontrak berjangka menunjukkan lebih dari 68% sehingga kemungkinan besar The Fed akan memangkas suku bunga pinjaman semalam sebesar 25 basis poin atau lebih pada Mei mendatang.
Dari sisi internal, Neraca Perdagangan Indonesia pada Oktober 2023 surplus sebesar US$3,48 miliar, lebih tinggi dibandingkan September 2023 yang mencapai US$3,42 miliar. Surplus ini ditopang oleh ekspor senilai US$22,15 miliar, sementara impor US$18,67 miliar.
Dengan neraca perdagangan kembali surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 42 bulan beruntun. Surplus 42 bulan terakhir di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menyamai pencapaian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ibrahim memperkirakan pergerakan mata uang rupiah pada perdagangan besok, Kamis (16/11) akan fluktuatif tetapi ditutup menguat pada rentang Rp15.490 hingga Rp15.570.
Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 20,50 poin atau 0,13% menuju level Rp15.554,5 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS menguat 0,08% ke posisi 104,47.
Sementara itu, Mata uang lain di kawasan Asia ditutup bervariasi. Won Korea, semisal, menguat 0,28%, sedangkan Yen Jepang turun 0,03%, dan yuan China turun 0,13%. Adapun baht Thailand menguat 0,21%, dolar Singapura tumbuh 0,04%, ringgit Malaysia melemah 0,54%.
Dolar AS bertahan pada Kamis pagi setelah dua hari bergejolak yang menunjukkan penurunan tajam diikuti oleh rebound karena para pedagang menganggap data ekonomi yang masuk sebagai sinyal Federal Reserve akan menunggu lebih lama sebelum memangkas suku bunga.
Dolar Australia dan Selandia Baru yang sensitif terhadap risiko merosot di tengah penurunan ekuitas regional.
Mata uang AS sedikit berubah pada $1,08425 per euro dan tergelincir 0,15% menjadi 151,15 yen setelah mengalami pemulihan pada hari Rabu dari penurunan paling tajam terhadap mata uang utama dalam setahun.