Bisnis.com, JAKARTA --Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan hingga 33 poin atau 0,21% ke posisi Rp15.688 buntut pernyataan The Fed yang hawkish pada Jumat, (10/11/2023).
Nilai tukar rupiah melemah di saat indeks dolar AS yang mengukur sekeranjang mata uang justru mengalami pelemahan 0,03% ke level 105,87. Adapun beberapa mata uang kawasan Asia Pasifik lainnya juga mengalami hal seperti rupiah.
Misalnya, Ringgit yang turun 0,59% ke level 4.720, dolar Taiwan yang terkoreksi 0,22%, dan Won Korea yang turun 0,49%. Sebagai informasi, pelemahan mata uang Asia Pasifik disebabkan oleh sikap hawkish The Fed yang mengindikasikan masih akan menaikkan suku bunga lebih lanjut.
Presiden Fed Richmond Thomas Barkin mengatakan pada hari Kamis bahwa meskipun ada "kemajuan nyata" dalam inflasi, dia masih tidak yakin apakah bank sentral AS perlu menaikkan suku bunga kebijakannya lebih tinggi untuk menyelesaikan tugasnya.
Penjabat pemimpin Bank Sentral St. Louis Kathleen O'Neill Paese juga mengatakan pada hari Kamis bahwa dia khawatir mereka yang mengawasi bank sentral mungkin tidak sepenuhnya mengambil komitmennya untuk menurunkan inflasi.
Pedagang dana berjangka Fed sekarang memperkirakan peluang 25% untuk kenaikan tambahan pada bulan Januari, naik dari 19% pada Kamis pagi tetapi turun dari 28% pada minggu lalu, menurut FedWatch Tool dari CME Group.
Baca Juga
Para pedagang sedang mempertimbangkan apakah greenback kemungkinan akan melemah terhadap mata uang utama lainnya jika perekonomian AS melambat seperti yang diharapkan, atau jika prospek pertumbuhan yang lebih buruk di kawasan lain akan mempertahankan tawaran beli dolar.
“Pasar semakin melihat pertumbuhan dibandingkan perbedaan suku bunga sebagai pendorong di pasar mata uang dan semakin banyak pasar yang menyimpulkan bahwa hanya AS yang dapat terus tumbuh dengan suku bunga di kisaran 5%,” kata Adam Button, kepala suku bunga. analis mata uang di ForexLive di Toronto.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan mata uang rupiah diprediksi fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.640- Rp15.740.
Pelemahan terjadi karena dinamika perlambatan ekonomi dan meningkatnya risiko ketidakpastian pasar keuangan global berdampak cukup signifikan pada hampir seluruh negara emerging market, termasuk Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2023 tercatat 4,94%. Ekonomi Indonesia melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,17%, terutama akibat menurunnya kinerja ekspor barang dan jasa.
"Tren perlambatan global diperkirakan berlanjut dan berpotensi menyeret pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2023 kembali berada di bawah 5%, sehingga secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 berisiko di bawah 5%," ujar Ibrahim dalam riset, Kamis, (9/11/2023).
Selain itu, lanjutnya, dampak El Nino yang telah mendorong kenaikan inflasi volatile food akibat naiknya harga beras juga perlu diwaspadai. Dia bilang, guna menjaga pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 sebesar 5%, maka pemerintah akan fokus menjaga daya beli masyarakat.