Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Hari Ini, Ada Peluang Rebound?

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini, Jumat (10/11/2023), diperkirakan masih akan melemah karena sejumlah faktor.
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Live Timeline

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini, Jumat (10/11/2023), diperkirakan masih akan melemah karena sejumlah faktor.

Rupiahditutup lesu ke level Rp15.655 per dolar AS pada perdagangan kemarin, Kamis, (9/11/2023), atau melemah tiga hari beruntun pada pekan ini. Adapun, mata uang Asia lainnya terpantau bervariasi, namun dolar AS justru terkoreksi.

Berdasarkan data Bloomberg dikutip Kamis, (9/11/2023) pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup melemah 0,03% atau 5 poin ke level Rp15.655 per dolar AS, setelah ditutup lesu pada perdagangan kemarin. Sementara itu, indeks mata uang Negeri Paman Sam terpantau melemah 0,05% ke posisi 105,54 pada sore ini.

Beberapa mata uang Asia lainnya masih kebal terhadap dolar AS. Misalnya, yen Jepang menguat 0,06%, dolar Hongkong menguat 0,07%, dolar Singapura naik tipis 0,01%, won Korea naik 0,04%, peso Filipina menguat 0,30%, dan baht Thailand menguat 0,10%.

Sementara itu, mata uang Asia yang melemah terhadap dolar AS yakni dolar Taiwan melemah 0,06%, rupee India turun tipis 0,01%, yuan China melemah 0,13%, dan ringgit Malaysia terkoreksi 0,11%.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan mata uang rupiah diprediksi fluktuatif namun ditutup melemah di rentang  Rp15.640- Rp15.740.

Pelemahan terjadi karena dinamika perlambatan ekonomi dan meningkatnya risiko ketidakpastian pasar keuangan global berdampak cukup signifikan pada hampir seluruh negara emerging market, termasuk Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2023 tercatat 4,94%. Ekonomi Indonesia melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,17%, terutama akibat menurunnya kinerja ekspor barang dan jasa.

"Tren perlambatan global diperkirakan berlanjut dan berpotensi menyeret pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2023 kembali berada di bawah 5%, sehingga secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 berisiko di bawah 5%," ujar Ibrahim dalam riset, Kamis, (9/11/2023).

Selain itu, lanjutnya, dampak El Nino yang telah mendorong kenaikan inflasi volatile food akibat naiknya harga beras juga perlu diwaspadai. Dia bilang, guna menjaga pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 sebesar 5%, maka pemerintah akan fokus menjaga daya beli masyarakat.

Dari sentimen global, sejumlah pejabat Bank Sentral AS The Fed memperingatkan minggu ini bahwa suku bunga AS akan tetap tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, dan bahwa pasar harus berhati-hati dalam bertaruh pada penurunan suku bunga lebih awal.

Di Asia, China kembali melakukan disinflasi, namun tanda-tanda perselisihan ekonomi lainnya di China menjadi beban terbesar di pasar Asia, karena data pemerintah China menunjukkan bahwa inflasi konsumen dan produsen menyusut pada Oktober 2023.

Menurutnya, lemahnya ekonomi China juga menjadi pertanda buruk bagi pasar Asia yang lebih luas, mengingat ketergantungan pada Negeri Tirai Bambu sebagai mitra dagang.

11:02 WIB
Dolar AS Alami Reli

Reli dolar AS terjadi setelah komentar Powell juga terjadi setelah lonjakan singkat yang lebih tinggi akibat lemahnya lelang obligasi Treasury 30-tahun, yang menyebabkan imbal hasil lebih tinggi di seluruh obligasi Treasury yang jatuh tempo.

“Saya tidak berpikir Powell mengatakan sesuatu yang baru secara signifikan, tapi saya pikir pasar menganggap komentarnya agak hawkish. Tapi saya juga berpikir pasar suku bunga masih agak gelisah setelah lelang sehingga imbal hasil yang lebih tinggi adalah jalan yang paling sedikit hambatannya,” kata Vassili Serebriakov, ahli strategi valas di UBS di New York.

Dolar AS mendapat keuntungan dari kenaikan imbal hasil Treasury selama beberapa bulan terakhir, namun melemah minggu lalu karena imbal hasil juga turun tajam. Hal ini terjadi setelah Powell ditafsirkan memberikan nada dovish setelah pertemuan dua hari The Fed, dengan data pekerjaan yang lebih lemah dari perkiraan pada hari Jumat menambah keyakinan bahwa The Fed telah selesai menaikkan suku bunga.

Beberapa pejabat Fed minggu ini telah mengadopsi pandangan yang lebih hawkish dan menekankan bahwa kenaikan suku bunga lebih lanjut akan tetap mungkin dilakukan jika inflasi tidak terus turun mendekati target tahunan The Fed sebesar 2%.

“Mereka merasa tugas mereka dalam menangani inflasi belum selesai. Saya pikir ada beberapa perbedaan pendapat mengenai apakah mereka harus menaikkan kenaikan lebih banyak. Tampaknya kasus dasarnya adalah mereka tidak melakukan hal tersebut, mereka ingin bersabar dan menilai bagaimana dampak kenaikan tersebut berdampak pada perekonomian,” kata Serebriakov.

 


Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper