Bisnis.com, JAKARTA – Rupiah berpeluang kembali menguat dalam jangka menengah menyusul kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve atau The Fed, yang menahan laju kenaikan tingkat suku bunga acuan.
Analis pasar mata uang Lukman Leong mengatakan sikap Ketua The Fed Jerome Powell yang cenderung menunjukkan sikap dovish akan mampu mendukung kenaikan nilai tukar rupiah untuk jangka pendek. Meskipun investor perlu menyadari, bahwa The Fed sama sekali tidak mengesampingkan kemungkinan untuk menaikkan suku bunga di masa depan.
Sementara itu, dalam jangka menengah atau mulai awal tahun depan, rupiah berpeluang kembali menguat seiring dengan perbaikan ekonomi global.
“Untuk jangka menengah dan panjang, mulai awal 2024, rupiah berpotensi kembali menguat oleh harapan pemulihan ekonomi global karena bank sentral dunia sudah mulai memasuki fase untuk menurunkan suku bunga,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (2/11/2023).
Menurutnya, hal tersebut akan memberikan kesempatan bagi Bank Indonesia untuk melakukan yang sama. Dengan ekonomi yang pulih, harga komoditas diharapkan naik sehingga mengerek pendapatan ekspor dan cadangan devisa yang pada akhirnya memperkuat rupiah.
“Namun, untuk jangka pendek, faktor ketidakpastian geopolitik perang Israel-Palestina, Rusia-Hamas dan harga minyak mentah dunia yang tinggi akan terus membebani rupiah,” tuturnya.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, The Fed mempertahankan suku bunga acuan stabil dalam 22 tahun pada kisaran 5,25%-5,5% pada pertemuan kedua yang digelar pada 31 Oktober-1 November 2023.
Jerome Powell dalam konferensi pers mengatakan biaya pinjaman pasar harus lebih tinggi secara berkelanjutan agar dapat mempengaruhi pilihan kebijakan moneter bank sentral di masa depan.
“Dalam konferensi pers, Powell mencatat bahwa risiko menjadi semakin seimbang; itu menunjukkan sedikit dovish,” kata Amo Sahota, direktur Klarity FX di San Francisco.
Seiring dengan keputusan The Fed, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup menguat 80,50 poin atau 0,51% menuju level Rp15.855 per dolar AS pada hari ini, Kamis (26/10/2023). Adapun indeks dolar AS melemah 0,47% ke 106,38.
Mata uang lain di kawasan Asia juga mayoritas menguat. Won Korea, semisal, menguat 1,06%, Yen Jepang naik 0,31%, dan baht Thailand menguat 0,40%. Selanjutnya, dolar Singapura tumbuh 0,09%, ringgit Malaysia menguat 0,38%, dan peso Filipina naik 0,36%.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa Ketua The Fed Jerome Powell memberikan nada yang tidak terlalu hawkish dibandingkan dengan ekspektasi pasar.
Hal tersebut dengan pengakuan bahwa kondisi moneter telah mengalami pengetatan secara substansial selama beberapa bulan terakhir.
“Pasar menganggap hal tersebut sebagai lampu hijau untuk tetap berpegang pada peluang di bawah 20% bahwa suku bunga akan naik pada bulan Desember,” ujar Ibrahim.