Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada hari ini, Kamis (2/11/2023). Penguatan terjadi di tengah keputusan The Fed yang menahan laju kenaikan suku bunganya.
Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup menguat 80,50 poin atau 0,51% menuju level Rp15.855 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS melemah 0,47% ke 106,38.
Mata uang lain di kawasan Asia juga mayoritas menguat. Won Korea, semisal, menguat 1,06%, Yen Jepang naik 0,31%, dan baht Thailand menguat 0,40%. Selanjutnya, dolar Singapura tumbuh 0,09%, ringgit Malaysia menguat 0,38%, dan peso Filipina naik 0,36%.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa Ketua The Fed Jerome Powell memberikan nada yang tidak terlalu hawkish dibandingkan dengan ekspektasi pasar.
Hal tersebut dengan pengakuan bahwa kondisi moneter telah mengalami pengetatan secara substansial selama beberapa bulan terakhir.
“Pasar menganggap hal tersebut sebagai lampu hijau untuk tetap berpegang pada peluang di bawah 20% bahwa suku bunga akan naik pada bulan Desember,” ujar Ibrahim Assuaibi dalam riset harian pada Kamis (2/11/2023).
Baca Juga
Menurutnya, para pelaku paar juga mendapatkan keyakinan lebih lanjut bahwa suku bunga AS bisa saja mencapai puncaknya setelah data menunjukkan manufaktur AS terkontraksi pada Oktober.
"Fokusnya kini tertuju pada data utama nonfarm payrolls, yang akan dirilis pada hari Jumat. Tanda-tanda pasar tenaga kerja yang melemah kemungkinan akan memberi The Fed lebih banyak dorongan untuk mempertahankan suku bunganya,” ujarnya.
Ibrahim memperkirakan nilai tukar rupiah pada perdagangan besok Jumat (3/11/2023) akan bergerak fluktuatif tetapi ditutup melemah di rentang Rp15.800 hingga Rp15.890.
Sementara itu, Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan mengatakan keputusan The Fed untuk menahan suku bunga acuan berpotensi meredam sentimen negatif domestik.
Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve atau The Fed diketahui telah mempertahankan suku bunga acuan stabil dalam 22 tahun pada kisaran 5,25%-5,5% pada pertemuan kedua yang digelar pada 31 Oktober-1 November 2023.
Ketua The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers mengatakan bahwa biaya pinjaman pasar harus lebih tinggi secara berkelanjutan agar dapat mempengaruhi pilihan kebijakan moneter bank sentral di masa depan.