Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Abraham Wahyu Nugroho

Analis Bank Indonesia

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Stabilisasi Rupiah & Upaya Penghiliran

Penghiliran mampu mendorong stabilitas nilai tukar rupiah, yang akhir-akhir ini turut terdampak akibat ketidakpastian global serta penguatan dolar.
Potret uang pecahan Rp100.000 dan Rp50.000. - Bloomberg/Brent Lewin
Potret uang pecahan Rp100.000 dan Rp50.000. - Bloomberg/Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA - Ikhtiar penghiliran tampaknya mendapat cahaya terang, walaupun harus melewati jalan kelok nan berliku. Presiden Joko Widodo tegas menyampaikan penghiliran harus dijalankan secara berani, tidak mundur meski mendapat tentangan negara lain.

Hal ini dikarenakan penghiliran menjadi salah satu upaya lompatan peradaban bagi Indonesia. Presiden memberi contoh, hanya dari penghiliran nikel, nilai perdagangan Indonesia mengalami peningkatan dari Rp17 triliun menjadi Rp450 triliun.

Selain potensi tersebut, penghiliran mampu mendorong stabilitas nilai tukar rupiah, yang akhir-akhir ini turut terdampak akibat ketidakpastian global serta penguatan dolar.

Namun, di balik besarnya potensi pendapatan dan dampak positif tersebut, proses penghiliran masih mengalami beberapa tantangan. Masalah pembiayaan menjadi utamanya di mana lembaga keuangan dalam negeri yang membiayai infrastrukur penghiliran masih tergolong terbatas.

Alasan keengganan lembaga keuangan tersebut beragam, mulai dari kebijakan pemerintah pusat yang kerap berubah, ketidakpastian pasar, hingga pertimbangan penilaian aspek lingkungan dalam pembiayaan sebagai syaratnya.

Data Bank Indonesia (BI) menyebut pangsa kredit sektor penghiliran masih terbatas dibandingkan sektor hulu. Perlu dorongan konsistensi dan inovasi kebijakan untuk mengakselerasi penghiliran, mengingat peran pentingnya dalam peningkatan pendapatan negara dan stabilitas makroekonomi, khususnya stabilisasi mata uang garuda.

STABILITAS RUPIAH

Akselerasi sektor riil merupakan elemen penting untuk memperkuat ketahanan dan mendorong perekonomian. Akslerasi tersebut mampu sustained dalam jangka menengah–panjang apabila terdapat pemenuhan lima aspek, yakni penghiliran, reformasi struktural, pembangunan infrastruktur, human capital development, dan digitalisasi ekonomi.

Jadi jelas, bahwa upaya penghiliran saja tanpa diiringi keempat aspek lainnya dipastikan keberlanjutan perekonomian tidak akan optimal. Menggunakan rumusan endogenous growth model, sinergi kelima aspek tersebut dalam stabilitas makroekonomi, termasuk di antaranya stabilisasi rupiah dan inflasi, dijabarkan melalui alur berikut ini.

Pertama, upaya penghiliran akan memperkuat struktur ekspor yang bernilai tambah tinggi (value added). Penguatan ini diiringi dengan investasi infrastruktur melalui pembiayaan dari lembaga keuangan dan PMA (capital inflow), sehingga mendukung surplus transaksi berjalan dan menopang surplus neraca modal dan finansial. Kedua, kondisi tersebut menjadikan neraca pembayaran Indonesia (NPI) lebih kuat sehingga berimplikasi positif terhadap perkembangan dan stabilitas nilai tukar rupiah. Pada saat bersamaan, penguatan ekspor berdampak pada peningkatan aggregate demand. Aggregate demand diimbangi oleh aggregate supply sebagai dampak peningkatan produktivitas yang dipengaruhi digitalisasi ekonomi dan reformasi struktural.

Ketiga, perbaikan output gap antara aggregate supply dan aggregate demand tersebut turut mendukung terjaganya stabilitas harga atau terkendalinya inflasi. Jadi dapat dipahami bahwa penghiliran memiliki korelasi positif yang kuat terhadap makroekonomi, baik itu stabilisasi nilai tukar rupiah sampai dengan inflasi.

INSENTIF PENGHILIRAN

Sejalan dengan perluasan upaya penghiliran, BI memetakan bahwa terdapat 46 sektor usaha yang masuk dalam prioritas pembiayaan perbankan. Ke-46 sektor tersebut dibedakan menjadi 14 sektor berdaya tahan (resilience), 25 sektor pendorong pertumbuhan (growth driver), dan 7 sektor penopang pemulihan (slow starter). Dalam pemetaan tersebut, penghiliran industri berorientasi SDA dikategorikan pada sektor resilience karena memiliki dampak besarnya penyerapan tenaga kerja, memiliki nilai tambah, serta memberikan multiplier effect bagi perekonomian.

Ditambah, terdapat kebijakan makroprudensial yang baru berlaku sejak 1 Oktober 2023 lalu untuk mendorong upaya penghiliran, dinamakan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM).Kebijakan moneter longgar dalam bentuk implementasi KLM ini berguna untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas, termasuk hilirisasi (minerba, pertanian, perkebunan, dan perikanan). KLM diimplentasikan melalui pengurangan giro bank di BI dalam rangka pemenuhan giro wajib minimum (GWM) yang wajib dipenuhi secara rata-rata.

Adapun besaran KLM ditetapkan paling tinggi empat persen dengan perincian tertentu, seperti penilaian atas tingkat nilai rata-rata pertumbuhan kredit atau pembiayaan, pencapaian nilai rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM), sampai dengan penilaian atas porsi kredit atau pembiayaan kepada sektor usaha mikro dan sektor berwawasan lingkungan.

Kebijakan makroprudensial ini diharapkan dapat meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan inklusif dan pemulihan ekonomi dalam kerangka penghiliran. Tidak hanya sisi perbankan, seperti kita ketahui melalui PP No. 36/2023 tentang devisa hasil ekspor (DHE), dimana pelaku industri penghiliran yang berorientasi ekspor turut mendapat insentif. Pemerintah bersama dengan BI akan memberikan insentif bagi eksportir yang memenuhi syarat untuk menempatkan devisa hasil ekspor (DHE)-nya lebih banyak dan lebih lama dalam perbankan domestik, serta akan mendapatkan suku bunga kompetitif sesuai mekanisme pasar.

Cahaya terang penghiliran seperti pada awal tulisan ini sepertinya mulai nampak. Asesmen transmisi BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) pada suku bunga dasar kredit menunjukkan, berdasarkan tren jangka panjang, suku bunga kredit industri penghiliran SDA cenderung lebih rendah dibandingkan dengan suku bunga non-penghiliran.

Rendahnya suku bunga kredit sektor tersebut antara lain sejalan dengan terjaganya risiko kredit atau NPL. Momentum ini merupakan saat tepat dimana industri jasa keuangan dan pelaku usaha dapat bersinergi mengakslerasi upaya hilirisasi, karena selain manfaat nilai tambah pada eksportir, namun juga turut membantu stabilitas makroekonomi (dhi. pengendalian nilai tukar rupiah dan inflasi).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper