Mengutip Reuters, Selasa (31/10/23) minyak sawit berjangka Malaysia mengalami penurunan setelah pada hari sebelumnya mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan menguatnya mata uang Ringgit yang mengurangi minat dan para pedagang berhati-hati menjelang data pasokan dan permintaan yang akan dirilis bulan depan.
“Harga gagal bertahan karena mata uang lokal terapresiasi hari ini. Pelaku pasar juga menunggu data ekspor serta data penawaran dan permintaan Lembaga Minyak Sawit Malaysia (Malaysian Palm Oil Board/MPOB),” kata seorang pedagang yang berbasis di Kuala Lumpur.
Menurut data perusahaan inspeksi independen AmSpec Agri Malaysia dan Intertek Testing Services, ekspor produk minyak kelapa sawit Malaysia 1 Oktober-25 Oktober 2023 turun antara 1,1% dan 3,1% dibandingkan bulan sebelumnya.
Kemudian, menurut asosiasi GAPKI, ekspor minyak kelapa sawit Indonesia pada Agustus 2023, termasuk produk olahan mencapai 2,07 juta metrik ton, turun 55% dibandingkan bulan yang sama pada tahun lalu (year-on-year/yoy).
Indonesia sendiri pada Jumat (27/10) juga menjalankan penerbangan komersial pertamanya menggunakan bahan bakar jet campuran minyak sawit. Maskapai Garuda Indonesia (GIAA) menggunakan pesawat Boeing 737-800NG terbang dari Jakarta ke Surakarta, Jawa Tengah.
Baca Juga
Berpindah ke Eropa, harga minyak kelapa sawit di pasar minyak nabati wilayah ini mengalami kenaikan pada Jumat (27/10) setelah kontrak berjangka di Malaysia menguat lantaran ada dorongan dari pasar minyak nabati China. Permintaan yang lesu terhadap produk-produk tropis ini juga membatasi kenaikan harga.
Analis teknis Reuters, Wang Tao juga menuturkan bahwa harga minyak kelapa sawit FCPOc3 mungkin menembus resistensi pada 3.795 ringgit per metrik ton dan naik ke kisaran 3.822-3.842 ringgit.