Bisnis.com, JAKARTA - Pasokan SBN menjelang akhir tahun diketahui masih berlimpah, dengan pemerintah yang menargetkan penggalangan dana sebesar Rp168 triliun. Di sisi lain, analis melihat penerbitan SBN masih dapat berubah.
Head of Fixed Income & Money Market Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf mengatakan jika ada tambahan suplai di saat permintaan masih sama, akan ada kecendrungan membuat harga turun. Hal ini ditambah pemerintah yang masih memiliki sisa anggaran atau SiLPA yang cukup besar.
"Sebelumnya kita bicara asumsi dengan posisi demand yang sama, tambahan suplai akan menekan harga turun. Saat ini posisi demand sedang kurang baik, banyak tekanan dari sisi kenaikan yield AS yang menambah risiko koreksi. Hal ini juga menjadi pertimbangan yang cukup besar bagi pemerintah," kata Dimas dihubungi, Kamis (5/10/2023).
Menurut Dimas, jumlah issuance SBN di tahun ini masih bisa berubah, dan berpotensi terjadi penurunan. Dia menyebut Kementerian Keuangan telah membuat statemen akan terjadi perubahan atau penurunan jumlah issuance SBN di tengah koreksi yang terjadi.
Sementara itu, Dimas memandang terdapat keterkaitan antara penerbitan SBN tahun ini dibandingkan dengan tahun depan. Namun, kata dia, perlu dipelajari lebih lanjut seperti apa interaksi antara hasil issuance di tahun ini, dan penggunaannya di tahun depan.
Psalnya, lanjut Dimas, sisa anggaran lalu atau SiLPA dari penerbitan tahun sebelumnya, menunjukkan Indonesia masih memiliki SiLPA yang cukup besar.
Baca Juga
"Hal ini menarik terutama selain mencapai target, di yield berapa pemerintah dapat mencapai target tersebut karena itu penting dari sisi cost of fund atau biaya bunga," ujarnya.
Dia menjelaskan saat ini sentimen yang berkembang, apabila issuance terlalu besar di market yang kurang akomodatif, dikhawatirkan yield obligasi pemerintah bisa naik dan dampaknya bisa meningkatkan cost of fund.
Adapun Dimas melihat untuk ke depannya, investor ritel masih bisa menjadi andalan dengan melihat tren kenaikan penerbitan SBN dan SBSN ritel. Secara umum, lanjutnya, dana investasi yang sifatnya datang dari ritel akan cenderung menetap, daripada dana yang datang dari investor institusi yang lebih volatil.
Selain menambah basis investor SBN dan SBSN dari sisi pergerakan harga, dengan lebih banyak investor ritel harga akan jauh lebih stabil.
Meski demikian, Dimas memandang mayoritas penerbitan SBN masih akan ditopang investor institusi. Dimas berharap masih akan ada support dari investor asing.
"Saat ini porsi asing masih 15 persen, masih rendah. Memang kurang sesuai kalau porsi investornya terlalu besar di atas 20 persen, tapi dengan 15 persen masih bisa ditingkatkan," ucapnya.
Sementara itu, investor lain seperti insurance, dana pensius, manajer investasi menurutnya masih memiliki ruang untuk mendukung penerbitan SBN dan SBSN ke depannya.
"Bukan artinya tidak ada support lagi dari perbankan karena dana pihak ketiga terus tumbuh, tapi mungkin ada tambahan support dari investor lain," tuturnya.