Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menakar Minat Investasi Asing ke Pasar Saham dan Obligasi hingga Akhir 2023

Investor asing terpantau melakukan aksi jual di pasar saham maupun Surat Berharga Negara (SBN). Memasuki kuartal IV/2023 pasar obligasi diprediksi tertekan.
Ilustrasi OBLIGASI. Bisnis/Abdullah Azzam
Ilustrasi OBLIGASI. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Investor asing terpantau melakukan aksi jual di pasar saham maupun Surat Berharga Negara (SBN). Memasuki kuartal IV/2023, pasar saham diprediksi mendapatkan angin segar, sedangkan pasar obligasi justru diprediksi tertekan hingga akhir tahun.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), tercatat  aliran modal asing keluar dari pasar SBN Rp7,86 triliun dan di pasar saham nonresiden jual neto Rp2,07 triliun per 29 September 2023 atau akhir perdagangan kuartal III/2023.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, sepanjang kuartal III/2023, investor asing cenderung membukukan net sell baik di pasar obligasi maupun di pasar saham, masing-masing sebesar US$972 juta dan US$1,52 miliar.

Mengacu data Investing Rabu, (4/10/2023), yield SBN tenor 10 tahun RI naik 2,17 persen ke level tertinggi 7,1 persen. Hal itu sejalan dengan US Treasury yield 10 tahun yang naik ke posisi 4,8 persen atau level tertinggi sejak 2007, menandakan tingginya aksi jual obligasi.

Di lain sisi, meskipun IHSG terkoreksi 0,78 persen ke level 6.886,57 pada Rabu, (4/10/2023). Josua melihat permintaan domestik untuk pasar saham masih tinggi dan mampu menguat di tengah sentimen negatif di pasar keuangan global.

Menurutnya, sektor yang masih mampu menguat di IHSG di antaranya adalah sektor energi dan bahan baku, seiring dengan masih kuatnya harga komoditas global.

"Melihat dampak positif dari masuknya musim dingin terhadap harga energi, prospek dari pasar saham diperkirakan masih relatif lebih baik dibandingkan dengan pasar obligasi. Pasar obligasi sendiri diperkirakan masih berada di bawah tekanan akibat data AS yang masih solid," kata Josua kepada Bisnis, Rabu, (4/10/2023).

Lebih lanjut dia mengatakan, kekhawatiran pasar terhadap arah kebijakan The Fed menekan pasar obligasi sehingga mendorong melemahnya appetite investor terhadap obligasi negara berkembang.

Sebagaimana diketahui, The Fed masih menahan suku bunga di level 5,25 persen-5,5 persen pada FOMC September 2023. Namun The Fed masih menunjukkan sikap hawkish memproyeksikan kenaikan suku bunga 25 bps ke level 5,75 persen sekali lagi, setidaknya hingga akhir tahun.

"Pada Oktober diperkirakan pasar obligasi masih akan tertekan seiring dengan masih tingginya sentimen The Fed. Namun, kami perkirakan sentimen tersebut mulai mereda pasca FOMC pada November, seiring dengan potensi sudah mulai jelasnya puncak dari kebijakan moneter Fed," katanya.

Di lain sisi, menurutnya pasar saham akan ditopang oleh potensi penguatan harga komoditas global, namun sentimen risk-off akibat The Fed akan menjadi pemberat permintaan di pasar saham, terutama untuk saham-saham teknologi yang biasanya lebih sensitif terhadap arah kebijakan Bank Sentral AS.

Dia mengatakan, pasar modal RI diperkirakan masih menarik bagi para investor, terutama akibat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih solid, bahkan di tengah ketidakpastian global. Potensi masih tingginya harga energi juga akan menjadi salah satu faktor pendukung pasar saham di Indonesia.

"Namun, sentimen dari Fed yang mempengaruhi risk-appetite investor asing akan menjadi tantangan, mengingat investor asing cenderung memilih dolar AS sebagai aset ketika suku bunga masih berpotensi naik," pungkas Josua.

Senada, Founder Edvisor.id Selvi Wilhemina mengatakan, potensi pasar saham lebih menarik pada kuartal IV/2023, karena pasar SBN masih ada ancaman potensi naiknya inflasi ke depan. Hal itu seiring dengan tingginya harga komoditas energi khususnya minyak mentah yang membuat inflasi global berpeluang kembali naik.

"Pasar saham masih menarik bagi investor asing, karena resiliensi ekonomi untuk tetap tumbuh diatas 5 persen bisa berlanjut hingga tahun depan," kata Selvi kepada Bisnis.

Dia bilang, momentum tahun politik jelang Pemilu 2024 yang mendorong belanja konsumen dan peningkatan anggaran infrastruktur menjadi faktor penguat pasar saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper