Bisnis.com, JAKARTA - Laju nilai tukar rupiah pekan depan diprediksi melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sederet sentimen global pun menjadi faktor penekan rupiah pada pekan depan.
Adapun pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (29/9/2023), rupiah ditutup terapresiasi 0,39 persen atau 60 poin ke level Rp15.460 per dolar AS. Sedangkan indeks mata uang Negeri Paman Sam justru tergelincir 0,05 persen ke level 106,17.
Pengamat Pasar Keuangan, Ariston Tjendra mengatakan, rupiah pekan depan diprediksi melemah karena keputusan hawkish Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) yang memproyeksikan kenaikan suku bunga satu kali lagi hingga akhir tahun ke level 5,75 persen.
"Potensi pelemahan rupiah masih terbuka pekan depan terhadap dolar AS karena pasar masih mengantisipasi ekspektasi kebijakan suku bunga tinggi Bank Sentral AS tahun ini," ujar Ariston kepada Bisnis dikutip Minggu, (1/10/2023).
Di lain sisi, imbal hasil obligasi pemerintah AS juga masih bertahan di level tinggi. Mengacu data Bloomberg, US Treasury Yield 5 tahun berada di level 4,61 persen, tenor 10 tahun di level 4,57 persen, sedangkan tenor 30 tahun di posisi 4,70 persen.
Ariston mengatakan, sejauh ini data inflasi AS masih mendukung ekspektasi pelemahan rupiah, karena inflasi AS belum juga turun ke level target 2 persen. Selain itu, kondisi ketenagakerjaan AS yang masih solid menurutnya berisiko kembali menaikkan level inflasi AS.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, inflasi AS naik dari sebelumnya 3,2 persen menjadi 3,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Sedangkan secara bulanan, inflasi AS Agustus 2023 naik dari sebelumnya 0,2 persen menjadi 0,6 persen month-to-month (mtm).
Kendati inflasi AS secara keseluruhan mengalami kenaikan, inflasi inti yoy mengalami penurunan dari sebelumnya 4,7 persen menjadi 4,3 persen.
"Pekan depan data ketenagakerjaan AS yang baru akan menjadi perhatian pelaku pasar, bila masih menunjukan kondisi yang solid, dolar bisa menguat lagi terhadap nilai tukar lainnya," paparnya.
Tak hanya itu, isu lainnya yakni harga minyak mentah yang masih naik di atas US$90 per barel. Dia bilang, kenaikan harga minyak mentah bisa mendorong kenaikan inflasi global dan memicu pelambatan ekonomi. Selain itu bagi Indonesia sebagai net importir, kenaikan ini menambah permintaan dolar AS sehingga bisa menekan rupiah.
Di lain sisi, aktivitas manufaktur China yang kembali rebound ke area pertumbuhan, data inflasi Indonesia yang stabil di bawah 3 persen, dan aktivitas manufaktur Indonesia yang masih bertumbuh menurutnya dapat memberikan sentimen positif untuk rupiah.
"Potensi kisaran nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pekan depan diprediksi berada di level Rp15.300 hingga Rp15.600," pungkas Ariston.