Bisnis.com, JAKARTA – Memasuki kuartal IV/2023, sejumlah sentimen membayangi pergerakan saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi menguat hingga level 7.715 di akhir Desember 2023.
Target IHSG di level tersebut pun dipengaruhi oleh beberapa hal, baik dari luar negeri maupun dalam negeri.
Berdasarkan hasil riset Tim Riset Phintraco Sekuritas IHSG pada Desember 2023 ditargetkan berada di level 7.715. Target tersebut, turun 1.37 persen dari target level pada Market Outlook – November 2022 yang berada di level 7.822.
Asumsi pertumbuhan Earning per Share (EPS) atau perhitungan laba bersih dibagi jumlah saham beredar sebesar 6.34 persen Year of Year (YoY) (Average EPS StDev -2) berdasarkan rata-rata pertumbuhan EPS sejak tahun 2003.
Hal tersebut dipengaruhi oleh moderasi harga komoditas yang lebih signifikan dari perkiraan. Serta, kondisi perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan kondisi inflasi di Euro Area tetap tinggi.
Dalam risetnya, Tim Riset Phintraco Sekuritas menyebutkan beberapa strategi dalam second half 2023. Pertama, mereka mengatakan ke depannya appetite investor kemungkinan mulai bergeser ke instrumen investasi yang lebih berisiko seperti saham.
Baca Juga
Hal tersebut dipicu oleh ekspektasi perbaikan aktivitas ekonomi, terutama di Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok mulai 2H-2023. Sejalan dengan arah kebijakan moneter yang lebih longgar dan rencana stimulus fiskal.
Kedua, selama second half 2023 akan ada potensi peningkatan capital inflow atau modal masuk dari asing ke negara-negara berkembang. Di mana Indeks-indeks utama di AS dan Eropa sudah menguat signifikan secara Year to Date (YTD).
IHSG masih terkonsolidasi, tetapi investor asing tetap konsisten membukukan net buy hingga Juli 2023. Oleh karenanya, IHSG punya potensi menguat ke level 7.715 di akhir Desember 2023.
“Kekhawatiran terhadap kondisi fiskal dan kondisi sektor keuangan terutama yang berskala kecil dan menengah di Amerika Serikat (AS) berpotensi mendorong rotasi investasi investor ke negara-negara berkembang dengan outlook ekonomi yang lebih stabil dan belum mencatatkan penguatan indeks signifikan. Dalam hal ini salah satunya adalah Indonesia.” tulis Tim Riset Phintraco Sekuritas .
Ketiga, dalam second half 2023, harga obligasi diperkirakan cenderung stagnan. Bank Indonesia (BI) kemungkinan masih mempertahankan suku bunga acuan di 5,75 persen hingga akhir tahun 2023.
Mereka memperkirakan penurunan suku bunga acuan berlangsung bertahap dan mungkin memerlukan waktu hingga 1 tahun sampai akhirnya kembali ke level sebelum periode kebijakan moneter ketat. Dengan kondisi tersebut, harga obligasi diperkirakan cenderung stagnan. (Daffa Naufal Ramadhan)
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.