Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dibuka Loyo, Rupiah Dekati Rp15.400 per Dolar AS Jelang Pengumuman The Fed

Mata uang rupiah kembali dibuka melemah dibandingkan dengan dolar AS pada perdagangan pagi ini.
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang rupiah terhadap dolar AS kembali dibuka melemah pada perdagangan hari ini, Rabu (20/9/2023) setelah kemarin ditutup melemah. 

Berdasarkan data Bloomberg pukul 09.00 WIB, mata uang rupiah dibuka melemah ,06 persen atau 10 poin ke posisi Rp15.390 di hadapan dolar AS. Sementara itu indeks dolar justru terpantau melemah 0,04 persen. 

Adapun sejumlah mata uang Asia lainnya bergerak bervariasi per dolar AS. Yen Jepang menguat 0,07 persen, dolar Singapura naik 0,04 persen, won Korea menguat 0,05 persen, peso Filipina naik 0,02 persen, yuan China menguat 0,05 persen dan ringgit Malaysia naik 0,04 persen. 

Sementara itu mata uang yang melemah bersama rupiah adalah bath Thailand turun 0,19 persen, rupee India melemah 0,11 persen, dan dolar Hong Kong 0,01 persen. 

Sebelumnya Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah hari ini akan berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.370 hingga Rp15.430 per dolar AS.

Kondisi pelemahan rupiah hari ini terjadi saat Purchasing Managers’ index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Agustus 2023 mencapai rekor tertinggi dalam dua tahun yaitu sebesar 53,9 persen. 

Kenaikan PMI mengindikasikan sentimen positif menggeliatnya sektor manufaktur nasional. Peningkatan PMI pada kuartal ini banyak di sumbangsih oleh kenaikan pada komponen volume produksi 55,16, volume total pesanan 54,37, dan volume persediaan barang jadi 53,10.  

Meskipun nilai PMI menunjukkan peningkatan, namun ada dua komponen PMI yang masih bergerak lamban dan menunjukkan pada posisi kontraksi (kurang 50). Dua komponen itu adalah Penerimaan barang pesanan input 49,21 dan Total jumlah karyawan 48,02 

Dua komponen itu disebabkan sistem logistik global yang belum sepenuhnya pulih, kecenderungan negara-negara penghasil bahan baku untuk menahan ekspor karena mengantisipasi gangguan iklim ekstrem, serta indikasi sistem logistik nasional yang belum efisien.

Selain itu, adanya kehati-hatian di dunia usaha dalam merekrut pekerja untuk membuat komitmen jangka panjang. Menurut peneliti itu, perlu adanya sikap dan komunikasi publik yang baik terkait kebijakan ketenagakerjaan serta keberlanjutan pembangunan pasca pemilu.

Data PMI juga menunjukkan adanya kecepatan ekspansi atau pertumbuhan antar subsektor. Pada Kuartal II lalu, subsektor dengan PMI tertinggi yakni industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki. Meskipun demikian, persaingan yang ketat dengan produk impor, serta sulitnya bahan baku, dan akses pasar ekspor berpotensi menurunkan ekspansi industri ini pada kuartal III.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Artha Adventy
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper