Bisnis.com, JAKARTA – Dua emiten BUMN Karya yakni PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) dan PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) telah melaporkan nilai kontrak baru yang digenggam masing-masing perseroan hingga Agustus 2023.
Sejatinya, dua emiten konstruksi ini merangkum capaian kontrak baru yang tidak terpaut jauh. ADHI memperoleh Rp24,5 triliun, sementara PTPP mencatatkan raihan sebesar Rp22,5 triliun.
Sekretaris Perusahaan ADHI Farid Budiyanto menyampaikan perolehan kontrak baru tersebut bertumbuh sebesar 150 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp16,3 triliun.
Dia memerinci kontribusi per lini bisnis dari perolehan kontrak baru yang diraih perseroan hingga Agustus 2023, didominasi oleh lini engineering & construction sebesar 94 persen, properti sebesar 3 persen, dan sisanya merupakan lini bisnis lain.
Adapun beberapa kontrak baru yang diraih, terdiri dari proyek Tol Jakarta-Cikampek II dan infrastruktur di kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, antara lain tol akses IKN seksi 6A, rumah susun pegawai ASN, dan pembangunan pengendalian banjir daerah aliran sungai.
Dengan penambahan tersebut, deretan proyek IKN yang digarap oleh ADHI mengalami peningkatan menjadi 11 proyek. Alhasil, bertambahnya proyek serta peningkatan nilai kontrak baru diharapkan mampu mendorong performa ADHI ke depan.
Baca Juga
“Dengan meningkatnya capaian perolehan kontrak baru ini akan mendukung peningkatan kinerja perseroan tetap tumbuh, dan diharapkan dapat berkontribusi positif terhadap target revenue di tahun 2023,” ujarnya Farid dalam keterangan tertulis, Selasa (12/9/2023).
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PTPP Bakhtiyar Efendi menuturkan bahwa perseroan kontrak baru senilai Rp22,5 triliun sampai dengan akhir Agustus 2023. Nilai ini mencerminkan peningkatan sebesar 40 persen year-on-year (YoY).
“Capaian kontrak baru PTPP sampai dengan bulan Agustus 2023 senilai Rp22,5 triliun. Jadi, tumbuh luar biasa dibandingkan tahun lalu, sekitar 40 persen naik secara tahunan,” ujarnya.
Bakhtiyar menyatakan bahwa PTPP optimistis kinerja ini dapat terus meningkat dengan target perolehan kontrak baru tembus Rp34,5 triliun hingga akhir 2023.
Untuk mencapai target tersebut, dia menjelaskan perseroan akan fokus menggarap bisnis utamanya, yakni konstruksi. Selain itu, PTPP juga akan lebih selektif dalam mengelola portofolio investasi dengan menerapkan blue ocean strategy.
Saat ini, PTPP tengah mengerjakan sejumlah proyek besar, seperti 10 proyek di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang progresnya masih berjalan sesuai dengan rencana.
Di sisi lain, PTPP juga tengah mengerjakan proyek Bendungan Cibeet, Tol Japek II Selatan, Tol Bayung Lencir-Tempino Paket 2, Overlay Runway Bandara Soekarno-Hatta dan proyek lainnya.
Adapun proyek yang diraih PTPP saat ini telah melewati proses asesmen administrasi kontrak, sehingga diharapkan tidak memberatkan keuangan perusahaan.
PERINGKAT PEFINDO
Dalam perkembangan lain, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) merevisi outlook PPTP dari stabil menjadi credit watch dengan implikasi negatif. Hal ini menyusul status penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang melanda PTPP.
“Revisi outlook ini dilakukan menyusul status PTPP yang berada dalam penundaan kewajiban pembayaran utang sementara sejak 29 Agustus 2023,” tulis keterangan Pefindo yang dikutip dari laman resminya pada Rabu (13/9/2023).
Pefindo menyatakan bahwa meski perseroan sedang mengajukan kasasi atas putusan PKPU ke Mahkamah Agung, ada kemungkinan PKPU menjadi permanen jika status tersebut tidak segera dicabut dalam jangka waktu 45 hari sejak putusan pengadilan.
Selain itu, kegagalan perseroan dalam memenuhi kewajiban keuangannya secara penuh dan tepat waktu karena status PKPU, juga dapat mengakibatkan penurunan peringkat beberapa kali.
Berdasarkan catatan Bisnis, PTPP masuk dalam keadaan PKPU sementara selama 45 hari setelah Pengadilan Negeri (PN) Niaga Makassar mengabulkan gugatan PKPU senilai Rp3,1 miliar dari CV Surya Mas selaku pemohon, sekaligus vendor perseroan.
Di sisi lain, menyematkan peringkat idA- untuk obligasi milik PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) senilai Rp289,6 miliar, yang akan jatuh tempo pada November 2023.
ADHI diketahui memiliki utang dari Obligasi Berkelanjutan III Adhi Tahap I 2020 yang terbit pada 18 November 2020. Obligasi ini memiliki nilai pokok Rp289,6 miliar dengan jangka waktu tiga tahun, dan suku bunga tetap 9,75 persen serta pembayaran bunga setiap kuartal.
“ADHI akan melunasi seluruh obligasi yang jatuh tempo tersebut dengan menggunakan campuran dana internal, termasuk uang tunai pengumpulan dari pembayaran proyek, serta sumber pendanaan eksternal,” tulis keterangan resmi Pefindo, baru-baru ini.
Bisnis mencatat obligasi berkelanjutan tersebut dijamin dengan seluruh harta kekayaan ADHI, baik yang bergerak maupun tidak bergerak.
Selain itu, perseroan menyampaikan sekitar 50 persen dari dana obligasi ini digunakan untuk belanja modal berupa aset tetap, dan penyertaan proyek investasi infrastruktur, baik Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan pemerintah ataupun non-PSN dengan pihak swasta.