Bisnis.com, JAKARTA — Aksi jual investor asing di pasar saham dan obligasi berisiko berlanjut pada beberapa minggu ke depan setelah Ketua The Fed Jerome Powell memberikan pernyataan bernada hawkish pada akhir pekan kemarin.
Sebagaimana diketahui, Powell dalam pidatonya di simposium Jackson Hole pada Jumat (25/8/2023) memberi indikasi kuat the Fed akan menahan kenaikan suku bunga pada September, tetapi siap menaikkan suku bunga jika inflasi menunjukkan tanda-tanda kenaikan pada kuartal IV/2023.
Inflasi yang belum mencapai target bank sentral setidaknya tecermin dari ekspansi ekonomi Amerika Serikat yang tetap kuat dan berdampak pada bertahannya tingkat pengangguran di kisaran 3,5 persen.
Pasar merespons pernyataan ini dengan perkiraan kenaikan bunga 50-50 pada November atau Desember.
“Menurut kami, hal ini dapat memicu kembali arus keluar modal asing di IHSG maupun pasar obligasi domestik hingga dua minggu ke depan,” kata Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Indonesia Lionel Priyadi dalam riset hariannya, Senin (28/8/2023).
Lionel memperkirakan tekanan jual akan berlangsung hingga Jumat mendatang (1/9/2023) bertepatan dengan rilis data non-farm payrolls untuk Agustus serta inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) AS untuk Juli sehari sebelumya (31/8/2023).
Baca Juga
Apabila inflasi headline dan inti PCE hanya naik 0,2 persen secara bulanan dan non-farm payrolls kembali turun pada Agustus, Lionel mengestimasi turbulensi pasar global akan berkurang pada minggu selanjutnya.
“Menghadapi situasi ini, kami merekomendasikan investor untuk tetap menjaga posisi defensif dengan switching ke INDON dan INDOGB 2Y,” tambah Lionel.
Dia mencatat intervensi Bank Indonesia di pasar valas melalui operation twist pada pekan lalu mendorong naik yield INDOGB 2Y sebesar 18 basis poin menjadi 6,37 persen.
Langkah tersebut juga mempersempit yield spread antara INDOGB tenor 10 tahun dengan 2 tahun menjadi 16 basis poin dari sebelumnya 48 basis poin pada 22 Agustus 2023. Makin sempitnya yield spread membuat upside risk dari tenor ini makin terbatas, terutama bila mempertimbangkan penurunan tajam yield 2Y INDON hingga -26 basis poin.
“Kami memperkirakan yield 10Y INDOGB dan rupiah akan tertekan menuju rentang masing-masing 6,6–6,7 persen dan Rp15.300–Rp15.400 per dolar AS,” katanya.