Bisnis.com, JAKARTA— PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menetapkan peringkat idA- kepada PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) dengan prospek stabil.
Pada saat yang sama, Pefindo juga menyematkan peringkat yang sama (idA-) untuk obligasi berkelanjutan tahap II/2019, tahap I/2020, obligasi tahap II tahun 2021 dan obligasi tahap III seri A,b dan C tahun 2022. Peringkat tersebut berlaku untuk periode 10 Agustus 2023 sampai dengan 1 Agustus 2024.
Peringkat tersebut diberikan berdasarkan data dan informasi dari perusahaan serta laporan keuangan tidak diaudit per 30 Juni 2023 dan laporan keuangan audit per 31 desember 2022.
"Efek utang dengan peringkat idA mengindikasikan bahwa kemampuan emiten untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang atas efek utang tersebut, dibandingkan dengan emiten lainnya di Indonesia, adalah kuat," jelas Pefindo dalam keterbukaan informasi, dikutip Rabu (16/8/2023).
Meski begitu, kemampuan emiten mungkin akan mudah terpengaruh oleh perubahan buruk keadaan dan kondisi ekonomi, dibandingkan dengan emiten yang peringkatnya lebih tinggi.
"Tanda minus (-) menujukan bahwa peringkat yang diberikan relatif lemah dan di bawah rata-rata kategori yang bersangkutan," pugkas Pefindo.
Baca Juga
Sebagai informasi, emiten pelat merah tersebut tercatat memiliki utang obligasi senilai Rp289,6 miliar, yang jatuh tempo pada November 2023.
Utang itu berasal dari Obligasi Berkelanjutan III Adhi Tahap I 2020 yang diterbitkan pada 18 November 2020. Obligasi ini mempunyai nilai pokok Rp289,6 miliar dengan jangka waktu tiga tahun, dan suku bunga tetap 9,75 persen dengan pembayaran bunga setiap kuartal.
Artinya, tiap tiga bulan, ADHI menggelontorkan Rp2,78 miliar untuk membayar bunga.
Sementara itu, pelunasan utang obligasi tersebut akan jatuh tempo pada 18 November mendatang. Dalam penjelasannya, obligasi berkelanjutan ini dijamin dengan seluruh harta kekayaan ADHI, baik yang bergerak maupun tidak bergerak.
Perseroan menyampaikan bahwa sekitar 50 persen dari dana obligasi tersebut digunakan untuk belanja modal berupa aset tetap, dan penyertaan proyek investasi infrastruktur, baik Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan pemerintah ataupun non-PSN dengan pihak swasta.
“Sebesar 30,83 persen digunakan untuk refinancing dan sisanya untuk modal kerja proyek Lintas Rel Terpadu [light rail transit/LRT] dan proyek infrastruktur lainnya,” tertulis dalam laporan keuangan konsolidasi perseroan, dikutip pada Kamis (10/8/2023).
ADHI sepanjang paruh pertama tahun ini meruap pendapatan usaha sebesar Rp6,35 triliun. Perolehan tersebut naik 0,45 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Pendapatan ini ditopang segmen investasi dan konsesi yang melesat 45,82 persen year-on-year (YoY) atau dari Rp273,36 miliar menjadi Rp398,62 miliar pada semester I/2023.
Selain itu, pendapatan usaha yang bersumber dari manufaktur mencapai Rp454,96 miliar atau tumbuh 21,05 persen YoY. Capaian ini diikuti segmen properti dan pelayanan yang turut membukukan kenaikan sebesar 25,88 persen menjadi Rp303,53.
Selaras dengan kenaikan pendapatan, beban pokok pendapatan ADHI juga terkerek 1,32 persen secara tahunan menjadi Rp5,7 triliun. Alhasil, laba kotor yang diakumulasikan perseroan pada semester pertama tahun ini sebesar Rp653,32 miliar atau turun 6,58 persen YoY.
Setelah diakumulasikan dengan sejumlah pendapatan dan beban lain, ADHI mencatatkan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp12,41 miliar. Jumlah ini meningkat 21,31 persen dibandingkan semester I/2022.
Adapun aset ADHI turun tipis 1,60 persen secara tahunan menjadi Rp39,34 triliun pada semester I/2023, sementara liabilitas mencapai Rp30,42 triliun atau turun 2,36 persen YoY, dan ekuitas perseroan naik 1,08 persen YoY menjadi Rp8,91 triliun pada semester I/2023.