Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan rencana penerapan auto reject bawah (ARB) tahap II masih akan tetap berlangsung pada bulan September tahun ini.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy menuturkan sampai hari ini rencana pembelakuan ARB simetris pada 4 September mendatang masih akan tetap berlaku.
"ARB simetris jadi, sampai hari ini masih jadi. Soalnya dalam suratnya begitu juga, dengan memperhatikan kondisi pasar saat akan pemberlakuannya," kata Irvan ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Dengan mencermati kondisi pasar yang akan datang, BEI masih optimistis ARB simetris pada bulan depan akan terjadi.
"Tapi kami enggak tau kalau ada sesuatu yang membuat kami berpikir ini perlu kami pindah lagi, kami akan umumkan pasti. Tapi so far, kami masih cukup optimistis," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, auto rejection simetris tahap II akan efektif pada 4 September 2023, dengan ketentuan saham di harga Rp50-Rp200 berlaku ARA 35 persen dan ARB 35 persen.
Baca Juga
Lalu, saham dengan harga Rp200-Rp5.000 akan berlaku ARA 25 persen dan ARB 25 persen, serta saham dengan harga lebih dari Rp5.000 berlaku ARA 20 persen dan ARB 20 persen.
Saat ini, saham dengan rentang Rp50-Rp200 memiliki batas Auto Rejection Atas (ARA) 35 persen, dan ARB 15 persen.
Kemudian saham dengan harga Rp200-Rp5.000 akan berlaku ARA 25 persen, ARB 15 persen, dan saham di atas harga Rp5.000 akan berlaku ARA 20 persen dan ARB 15 persen.
Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Alrich Paskalis berpendapat normalisasi kebijakan ARB bisa mengurangi agresivitas volume dan nilai transaksi jika dibandingkan dengan kebijakan ARB asimetris karena risiko yang lebih besar.
“Investor perlu kembali menyesuaikan profil risiko khususnya para trader yang memanfaatkan volatilitas pasar untuk menghindari kerugian yang signifikan,” kata Alrich, belum lama ini.
Dia mengatakan ARB asimetris membuat investor merasa lebih tenang dalam melakukan transaksi karena tingkat kerugian maksimal adalah penurunan 7 persen. Persentase penurunan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tingkat keuntungan maksimal sebesar 35 persen dari auto reject atas (ARA).
“Selain itu maksimal penurunan harga saham 7 persen membuat intensitas terjadinya ARB lebih sering dibandingkan dengan ARA,” kata dia.