Bisnis.com, JAKARTA - Institusi raksasa semakin rajin memborong Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH) sebagai cadangan strategis, sampai membuka peluang mengembangkan aplikasi terdesentralisasi (dApps). Lantas, masih pantaskah kripto disebut aset spekulatif?
Periode 2025 ini BTC menginjak usia 15 tahun. Julukannya sebagai 'emas digital' terus menguat seiring pembuktian dirinya sebagai aset tahan inflasi. Institusi pun tergoda mengincar portofolio BTC sebagai bagian strategi diversifikasi, baik membeli secara langsung maupun masuk melalui reksa dana ETF.
Contoh paling anyar, kampus sekaliber Harvard pun tercatat mulai memanfaatkan lanskap kripto dalam strategi pengelolaan dananya, melalui masuk ke ETF BTC besutan BlackRock, yakni iShares Bitcoin Trust (IBIT) sebesar US$116 juta.
Adapun, institusi ternama pemegang cadangan BTC jumbo secara langsung, di antaranya Strategy, MARA Holdings, dan Twenty One Capital. Ada juga BlackRock yang memegang BTC sebagai cadangan sekaligus sebagai penerbit ETF BTC. Nama-nama populer lain mencakup Trump Media, Galaxy Digital, sampai Tesla.
Sementara itu, ETH yang baru saja merayakan ulang tahun ke-10 pada akhir Juli 2025 lalu, disambut dengan penguatan harga kembali menembus US$4.000. Hal ini dipicu geliat institusi yang mulai sadar potensinya sebagai 'minyak digital' lewat kemampuan kontrak pintar.
Tak heran, ETH menjadi masa depan tulang punggung inovasi digital seperti Web3, koin stabil, keuangan terdesentralisasi (DeFi), non-fungible token (NFT), dan tokenisasi aset dunia nyata (RWA).
Baca Juga
Terbaru, Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahkan meneken keputusan untuk membuka pembelian aset alternatif, termasuk kripto, bagi akun pengelola dana pensiun tipe 401(k).
"Alternatif aset, seperti private equity, real estat, dan digital aset, memberikan imbal hasil kompetitif dan benefit diversifikasi," tulis keterangan resmi dalam lembar fakta Gedung Putih, dikutip Sabtu (9/8/2025).
Gedung Putih pun menegaskan bahwa Presiden Trump berjanji menjadikan Amerika Serikat sebagai "Ibu Kota kripto dunia", menekankan perlunya merangkul aset digital untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kepemimpinan teknologi.
Praktis, adopsi institusi dalam lanskap kripto berpotensi melejit. Berdasarkan data Investment Company Institute, pasar aset dana pensiun 401(k) setidaknya tembus US$8,7 triliun.
Platform edukasi kripto Pintu Academy menjelaskan adopsi institusi telah mengubur mitos aset kripto yang sebelumnya cenderung dianggap tidak memiliki underlying asset.
Bahkan, masih ada yang menganggap kripto sekadar spekulasi acak, ilegal, bahkan bagian perjudian. Padahal, pada prinsipnya kripto didasarkan pada teknologi dan inovasi.
"Banyak aset kripto yang punya nilai kegunaan nyata seperti Bitcoin untuk pembayaran, atau protokol DeFi seperti Aave dan Uniswap yang mendukung sistem keuangan terdesentralisasi, mulai dari pinjaman, penukaran, sampai asuransi," tulis analisis Pintu Academy.
Sebagai contoh, dari sisi tokenisasi RWA, BlackRock sejak 2024 meluncurkan tokenisasi aset bertajuk BlackRock USD Institutional Digital Liquidity Fund (BUIDL) yang dibangun di atas blockchain Ethereum, dan kini terintegrasi dengan 6 token kontrak pintar lain seperti Solana, Polygon, dan Avalanche.
BUIDL diinvestasikan dalam deposito bank, surat berharga AS (US Treasury Bills), dan perjanjian pembelian kembali, lantas memungkinkan investor mendapatkan akses dalam portofolio tersebut, berikut imbal hasilnya lewat menyimpan token secara on-chain.
Selain itu, raksasa keuangan global Visa pun mulai terbuka dengan koin stabil, serta memperluas jangkauan blockchain yang didukungnya. Sebelumnya hanya koin stabil berbasis Ethereum dan Solana, kini bertambah ke Stellar dan Avalanche.
Visa pun percaya dengan koin stabil yang tepercaya, terukur, dan dapat dioperasikan, token ini dapat mengubah secara fundamental cara uang bergerak di seluruh dunia.
Contoh lain dari sisi adopsi NFT, saat ini penggunaan paling mencolok dipimpin para entitas industri terkait olahraga sebagai tren memperoleh profit.
Misalnya, penjualan NFT memungkinkan akses penggemar dalam memiliki koleksi digital eksklusif dari momen-momen penting dalam pertandingan, atau memorabilia dari atlet favorit.
Beberapa organisasi pun mulai menerapkan sistem tiket berbasis NFT, di mana tidak hanya berfungsi sebagai tiket masuk sekaligus menekan peredaran tiket palsu dan permainan harga calo, tapi juga memberikan akses ke berbagai keuntungan eksklusif, seperti diskon ketika membeli suvenir, atau pengalaman bertemu dengan pemain.
"Kemunculan mitos terkait kripto bisa dimaklumi karena teknologi blockchain dan aset digital masih belum digunakan secara luas. Beberapa mitos mungkin masih bertahan, tapi seiring berkembangnya edukasi dan teknologi, pemahaman masyarakat terhadap aset kripto juga terus meningkat," tutupnya.