Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan jasa Testing, Inspection dan Certification (TIC) PT Mutuagung Lestari Tbk. (MUTU) sedang dalam proses penawaran umum saham perdana atau IPO.
Berdasarkan prospektusnya, MUTU akan melepas sebanyak 942,85 juta saham biasa atau maksimal 30 persen dari modal disetor dengan harga berkisar Rp 105 hingga Rp 110 per saham.
MUTU berpotensi mendapatkan dana segar Rp 99 miliar hingga Rp 103,71 miliar. Saat ini perusahaan sedang melakukan proses penawaran dan rencananya akan mencatatkan sahamnya pada 9 Agustus 2023.
Selain melepas saham biasa, MUTU juga akan menerbitkan hingga 235,71 juta Waran Seri I atau setara 10,71 persen modal disetor.
MUTU merupakan afiliasi PT Mitra Investindo Tbk (MITI). Hubungan afiliasi kedua perusahaan terjadi karena PT Inti Bina Utama (IBU) secara langsung dan PT Baruna Bina Utama (BBU) secara tidak langsung melalui PT Prime Asia Capital merupakan pemegang saham MITI. Di saat yang sama BBU secara langsung dan IBU secara tidak langsung melalui PT Sentra Mutu Handal merupakan pemegang saham MUTU.
MUTU International mengklaim sudah memiliki ekosistem bisnis yang sesuai untuk bursa karbon yakni sudah diakreditasi sebagai LVV GRK oleh KAN. Kegiatan validasi dan verifikasi ini adalah salah satu dari bisnis utama MUTU International.
Baca Juga
MUTU International juga telah menerbitkan 105 sertifikat dengan skema International Sustainable Carbon Certification (ISCC) pada tahun 2022. Kini, MUTU International sudah melayani lebih dari 4.000 pelanggan untuk layanan TIC yang tersebar di China, Vietnam, Malaysia, Timur Tengah, Jepang dan beberapa negara Asia Pacific.
MUTU International juga melakukan verifikasi terhadap Laporan Emisi Tahunan yang dibuat oleh maskapai penerbangan melalui program Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA), sebuah skema yang dibuat oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam upaya dunia internasional dalam mengurangi gas buang CO2 pada penerbangan internasional.
CEO Daksanaya Manajemen Pardomuan Sihombing mengatakan perusahaan yang berfokus pada ESG, perdagangan karbon, dan ekonomi hijau berbasis sumber daya alam memiliki potensi bisnis yang cerah.
“Saham-saham berbasis ESG bisa menjadi pilihan menarik investor saat ini dan berpotensi memberi keuntungan pada masa mendatang atau capital gain. Ini bisa kita lihat dari indeks saham berbasis ESG di bursa yang terus meningkat di atas IHSG," kata Pardomuan, Senin (31/7/2023).
Tingginya minat investor untuk saham-saham berbasis ESG seiring dengan dinamika dan kebutuhan global yang makin menyadari isu-isu lingkungan, sosial, dan tata kelola berkelanjutan.
Terkait industri TIC sendiri, menurut Pardomuan, sangat diperlukan dalam proses standarisasi. Apalagi kebutuhan sertifikasi terkait dengan ESG ke depan semakin tinggi.
Di Indonesia sendiri perusahaan dituntut menerapkan pembangunan berkelanjutan baik menyangkut green economy di natural resources, sharia economy dan digital economy.
Disisi lain, terkait dengan potensi karbon, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprediksi potensi perdagangan karbon Indonesia bisa mencapai Rp 350 triliun.
Indonesia juga mampu menyerap sekitar 113,18 gigaton karbon yang diperoleh dari luas hutan hujan tropis (25,18 miliar ton karbon), hutan mangrove (33 miliar ton karbon), dan luas lahan gambut (55 miliar ton karbon). Perdagangan karbon di Indonesia diperkirakan dapat mencapai US$ 300 miliar per tahun.
Bahkan pada September 2023, pemerintah Indonesia akan meluncurkan bursa karbon di bawah naungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bursa karbon ini sejalan dengan upaya Pemerintah Indonesia untuk mencapai target nationally determined contribution (NDC) sebesar 29 persen – 41 persen pada 2030 serta net zero emission (NZE) atau emisi nol bersih pada 2060.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan bahkan memperkirakan potensi perdagangan karbon dalam negeri mencapai US$1 miliar-US$15 miliar atau setara Rp225,21 triliun per tahun.
___
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.