Bisnis.com, JAKARTA - Reksa dana saham dan reksa dana pendapatan tetap diproyeksikan akan menjadi jenis reksa dana dengan return positif sepajang paruh kedua 2023.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan reksa dana pendapatan tetap akan mempertahankan kinerja positif hingga akhir tahun nanti.
"Selain itu masih ada potensi return yang lebih baik untuk reksa dana saham ketika nantinya The Fed sudah berhenti menaikkan suku bunga lanjutan yang direncanakan akan dinaikkan 2 kali lagi," katanya saat dihubungi Bisnis, Senin (3/7/2023).
Arjun menjelaskan kondisi tersebut menyebabkan risiko di pasar semakin berkurang. Selain itu, faktor masih kondusifnya berbagai data ekonomi domestik, terlebih akan dilakukan kampanye pemilu di kuartal IV/2023 berpotensi bisa meningkatkan kinerja saham dan pada akhirnya mendorong gerak kinerja reksa dana saham.
Sejalan, Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen Eri Kusnadi mengatakan secara teoritis, kelas aset obligasi akan lebih unggul.
"Meski demikian masih cukup banyak pilihan saham menarik dengan fundamental yang kuat di IHSG yang bisa mengangkat kinerja reksa dana saham pada tahun ini," kata Eri menjawab pertanya Bisnis, Senin (3/7/2023).
Baca Juga
Sementara itu, kinerja indeks reksa dana secara tahun berjalan hingga 27 Juni ditutup bervariasi dengan koreksi dipimpin oleh indeks reksa dana saham sebesar minus 1,92 persen.
Kemudian, pertumbuhan tertinggi dialami oleh indeks reksa dana pendapatan tetap dengan 3,63 persen.
Arjun menjelaskan kinerja reksa dana saham yang terkoreksi karena underlying sahamnya yakni IHSG juga terkoreksi. Sentimen utamanya berasal dari banyaknya ketidakpastian dan risiko yang membayangi market saham.
Misalnya dari global yakni adanya kebangkrutan perbankan AS, konflik geopolitik, lambatnya proses recovery ekonomi AS, dan dinamika kebijakan suku bunga acuan global khususnya The Fed untuk penggerak reksa dana pendapatan tetap tentunya berkaca pada underlyingnya yakni obligasi.
"Selama semester I/2023, pada 2 bulan pertama tren obligasi sempat bearish karena hawkish-nya The Fed," lanjutnya
Tapi sejak krisis perbankan AS semuanya mengubah gerak pasar, obligasi langsung kencang penguatannya, didukung dengan ekspektasi The Fed akan memperlambat laju kenaikan suku bunga.
Hal itu kian diperparah oleh penurunan inflasi AS itu sendiri dan juga penurunan inflasi domestik serta kebijakan suku bunga dari bank Indonesia yang telah menahan suku bunga acuan di level 5,75 persen dan menyatakan tidak ada kenaikan lagi hingga akhir tahun.
Kemudian ditopang juga oleh derasnya demand dari investor asing dan domestik sehingga turut mendorong penguatan pasar. Semua faktor itu yang mendorong gerak pasar obligasi menguat.
Arjun mengatakan untuk strategi portofolio semester II kedepan tergantung preferensi risiko dari setiap masing-masing investor.
"Untuk investor dengan risiko agresif bisa alokasi di 70 persen saham, 30 persen pendapatan tetap," imbuhnya.
Sementara itu untuk investor dengan risiko moderat bisa alokasi di 40 persen saham, 40 persen pendapatan tetap, 20 persen pasar uang. Kemudian untuk investor dengan risiko konservatif bisa alokasi di 60 persen pasar uang dan 40 persen pendapatan tetap.