Bisnis.com, JAKARTA – Emiten subholding gas PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) atau PGN menyelesaikan pembelian kembali (buyback) obligasi global senilai US$499,85 juta setara Rp7,44 triliun (asumsi kurs Rp14.900).
Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama mengatakan perseroan telah melewati proses penawaran buyback obligasi kepada pemegang surat utang pada Mei 2023. Penawaran berakhir pada 25 Mei, dan pembayaran serta pembatalan surat utang sebagai konsekuensi buyback dilakukan pada 31 Mei 2023.
“Setelah transaksi ini, nilai surat utang yang masih beredar sebesar US$450,14 juuta dan akan jatuh tempo pada Mei 2024,” jelas dia dalam keterbukaan informasi, dikutip Kamis (8/6/2023).
Adapun obligasi global yang dibeli kembali ini merupakan bagian dari surat utang senior PGAS dengan total outstanding US$1,35 miliar yang diterbitkan pada 16 Mei 2014 dengan tenor 10 tahun.
PGAS membiayai buyback obligasi tersebut dari fasilitas pinjaman dan kas internal, yang dinilai tidak berdampak signifikan terhadap likuiditas perseroan.
Mei lalu, PGAS mengantongi fasilitas pinjaman perbankan senilai US$800 juta atau setara Rp11,79 triliun untuk keperluan umum, termasuk belanja modal dan refinancing. PGAS meraih pinjaman berjangka tanpa jaminan dari PT Bank BTPN Tbk. (BTPN), PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), dan PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI).
Baca Juga
Pinjaman ini terdiri dari fasilitas A sebesar US$600 juta, dan fasilitas B sebesar US$200 juta. Nilai total fasilitas tersebut mencapai sekitar 23 persen dari total ekuitas PGAS, sehingga termasuk transaksi material.
Adapun fasilitas A memiliki tenor 5 tahun dengan tingkat bunga marjin + term SOFR 3 bulan, sementara fasilitas B memiliki tenor 3 tahun dengan tingakt bunga marjin + SOFR 3 bulan.
Mengutip laporan keuangan PGAS sampai dengan kuartal I/2023, perseroan berhasil mencetak pendapatan mencapai US$933,74 juta atau setara dengan Rp13,98 triliun. Jumlah tersebut tumbuh 11,56 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2022 hanya US$836,91 juta.
Pendapatan PGAS sepanjang kuartal I/2023 disumbang paling besar dari penjualan niaga gas bumi senilai US$216,66 juta atau naik 9,37 persen dibandingkan pada kuartal yang sama tahun sebelumnya senilai US$198,08 juta.
Selain itu, pendapatan dari penjualan migas naik 55,43 persen pada kuartal I/2023 dari US$19,24 juta menjadi US$29,91 juta. Pendapatan jasa regasifikasi naik 28,70 persen dari tahun ke tahun (year-on-year/yoy) dari US$22,30 juta menjadi US$28,71 juta pada kuartal pertama 2023, dan pendapatan dari transportasi minyak tumbuh 811,79 persen dari US$4,34 juta menjadi US$39,57 juta.
Sementara itu, pendapatan yang mengalami penurunan adalah dari transmisi migas yang turun 6,4 persen menjadi US$48,40 juta dan pendapatan pemrosesan gas bumi turun 22,25 persen menjadi US$8,08 juta.
Dari pihak ketiga, pendapatan terbesar dicatatkan dari niaga gas bumi senilai US$433,68 juta dan disusul oleh penjualan minyak dan gas senilai US$101,48 juta.
Meski demikian, PGAS mencatatkan kenaikan beban pokok pendapatan hingga 16,29 persen yoy dari US$650,83 juta pada kuartal I/2022 menjadi US$756,90 juta pada kuartal I/2023 atau setara dengan Rp11,33 triliun.
Dengan kenaikan beban, PGAS mencatat laba kotor turun 4,96 persen yoy dari US$186,08 juta pada kuartal I/2022 menjadi US$176,84 juta atau Rp2,64 triliun pada periode yang sama tahun ini.
Adapun, PGAS membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun 21,14 persen yoy dari US$119,90 juta pada kuartal I/2022 menjadi US$94,55 juta atau Rp1,41 triliun pada kuartal I/2023.