Bisnis.com, JAKARTA – Produsen rokok PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) menanggapi draf Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang mengelompokkan hasil tembakau dengan narkotika sebagai zat adiktif.
Pasal 154 ayat 3 RUU Kesehatan berbunyi, zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya.
Presiden Direktur Bentoel William Lumentut menuturkan dalam hal ini emiten berkode RMBA ini menuntut pemerintah untuk meninjau kembali pasal 154 tersebut.
Hal ini dikarenakan menurutnya tembakau tidak dapat disamakan dengan narkotika yang notabene merupakan produk ilegal dan tidak dapat dipergunakan secara bebas.
“Pemasukan pasal-pasal yang terkait tembakau dalam RUU Kesehatan perlu ditinjau ulang, termasuk pasal yang mengklasifikasikan produk tembakau ke dalam satu kategori dengan narkotika dan psikotropika yang jelas-jelas merupakan produk ilegal,” tutur William.
Bentoel Internasional Investama adalah produsen rokok dengan merek dagang Dunhill dan Lucky Strike yang juga merupakan anggota British American Tobacco (BAT) Group, produsen rokok terbesar kedua di dunia yang didirikan lebih dari satu abad yang lalu, tepatnya pada 1902.
Baca Juga
Pada 2022, Bentoel telah mengekspor produknya ke 21 negara, di antaranya negara-negara di Asia dan di Oceania seperti Australia dan menyumbang Rp2,3 triliun dari total 218,8,62 triliun penerimaan cukai hasil tembakau terhadap APBN 2022.
Sebelumnya dalam catatan Bisnis pada Kamis (11/5/2023), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyarankan juga agar Rancangan Undang-Undang Kesehatan pasal 154 ayat 3 dipertimbangkan kembali.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menuturkan pihaknya sudah menolak RUU tersebut, juga sudah mengirim surat penolakan.
“Kami keberatan itu [Pasal 154 RUU Kesehatan], kami sudah kirim surat,” kata Agus saat ditemui di kantor Kemenperin pada Rabu (10/5/2023).
Senada dengan Agus, Direktur Jenderal Industri Agro Putu Juli Ardika menyebutkan pihaknya telah melakukan koordinasi untuk mempertimbangkan kembali pengelompokan hasil tembakau dengan narkotika dalam RUU tersebut.
Menurutnya, pengelompokan tembakau dengan narkotika sebagai zat adiktif dikhawatirkan akan menimbulkan kesalahpahaman publik dan menganggap hasil tembakau ataupun tembakau setara dengan narkotika.