Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Terkerek Naik Imbas Sinyal Kenaikan Plafon Utang AS

Harga minyak naik tipis pada akhir perdagangan Selasa pagi WIB, karena pasar mempertimbangkan kesepakatan plafon utang tentatif AS.
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak naik tipis pada akhir perdagangan Selasa pagi WIB, karena pasar mempertimbangkan kesepakatan plafon utang tentatif AS.

Hal tersebut diyakini akan mencegah gagal bayar oleh konsumen minyak utama dunia terhadap kenaikan suku bunga Federal Reserve lebih lanjut yang dapat mengekang permintaan energi.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli terdongkrak 12 sen atau 0,2 persen, menjadi menetap di 77,07 dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Juli terkerek 25 sen atau 0,3 persen, menjadi ditutup pada 72,92 dolar AS per barel.

Kedua harga acuan bergerak bolak-balik antara wilayah positif dan negatif. Perdagangan lesu pada Senin (29/5/2023) karena hari libur umum Inggris dan libur Memorial Day di Amerika Serikat.

"Eforia kesepakatan utang berkurang karena kekhawatiran meningkat untuk kenaikan suku bunga lain oleh Fed pada Juni," tulis broker Liquidity Energy LLC dalam sebuah catatan.

Presiden AS Joe Biden dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kevin McCarthy selama akhir pekan membuat kesepakatan untuk menangguhkan plafon utang 31,4 triliun dolar AS dan membatasi pengeluaran pemerintah untuk dua tahun ke depan.

Kedua pemimpin menyatakan keyakinan bahwa anggota parlemen dari Partai Demokrat dan Republik akan mendukung kesepakatan tersebut.

Namun, para analis memperkirakan kenaikan harga minyak dari itu sebagai berumur pendek.

Pasar sekarang memperkirakan peluang sekitar 50-50 bahwa Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin lagi pada pertemuan 13-14 Juni, naik dari peluang 8,3 persen yang diprediksi sebulan lalu, menurut Alat FedWatch CME.

Pada pertemuan kebijakan terakhirnya pada 2-3 Mei, Federal Reserve mengisyaratkan terbuka untuk menghentikan siklus kenaikan suku bunga yang paling agresif sejak awal 1980-an pada Juni.

"Suku bunga AS yang lebih tinggi merupakan hambatan untuk permintaan minyak mentah," kata analis IG Sydney, Tony Sycamore.

Dolar juga turun pada Senin (29/5/2023) karena kesepakatan plafon utang mengangkat selera risiko di pasar dunia dan merusak daya tarik safe-haven dolar. Greenback yang lebih rendah membantu permintaan minyak, yang dihargai dalam dolar.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, dijadwalkan bertemu pada 4 Juni.

Menteri Energi Saudi Abdulaziz bin Salman memperingatkan short-seller yang bertaruh bahwa harga minyak akan turun untuk "waspada", dalam kemungkinan sinyal bahwa OPEC+ dapat memangkas produksi lebih lanjut.

Namun, komentar dari pejabat dan sumber perminyakan Rusia, termasuk Wakil Perdana Menteri Alexander Novak, mengindikasikan produsen minyak terbesar ketiga dunia itu condong ke arah membiarkan produksi tidak berubah.

"Pedagang sedikit bingung dengan apa yang bisa kita harapkan," kata Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA.

"Mungkin Arab Saudi ingin menjaga agar para pedagang tetap waspada, tetapi membuat komentar ini dan tidak menindaklanjutinya dapat dianggap lemah dan harga kembali turun lagi," kata Erlam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Pandu Gumilar
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper