Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Kian Perkasa di Rp14.664, Dolar AS Melempem

Rupiah dibuka menguat ke posisi Rp14.664 pada perdagangan hari ini, Selasa (2/5/2023) sementara itu dolar AS melemah 0,12 persen.
Foto gambar mata uang rupiah dengan nominal Rp100.000. - Bloomberg/Brent Lewin
Foto gambar mata uang rupiah dengan nominal Rp100.000. - Bloomberg/Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA —  Rupiah kian perkasa setelah dibuka menguat ke posisi Rp14.664 pada perdagangan hari ini, Selasa (2/5/2023) sementara itu indeks dolar AS melemah 0,12 persen ke posisi 101.795.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka menguat 0,06 persen atau 9,5 poin ke posisi Rp14.664 dihadapan dolar AS setelah pada perdagangan sebelumnya ditutup menguat ke posisiRp14.674. Beberapa mata uang asia lainnya dibuka bervariasi.

Yen Jepang terpantau menguat 0,07 persen, dolar Singapura menguat 0,03 persen, peso Filipina menguat 0,10 persen, rupee India menguat 0,01 persen, yuan China menguat 0,06 persen, ringgit Malaysia menguat 0,04 persen dan bath Thailand menguat 0,16 persen.

Sementara itu mata uang yang melemah adalah dolar Taiwan sebesar 0,17 persen sedangkan dolar Hong Kong dan won Korea belum stagnan terhadap dolar AS.

Sebelumnya direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat direntang  Rp14.620- Rp14.810.

Pergerakan rupiah dipengaruhi oleh situasi politik terutama dalam negeri di mana pasar percaya bahwa Prabowo Subianto dapat memimpin selama 5 tahun kedepan.

“Di samping itu, Perabowo merupakan Menteri pertahanan yang mempunyai predikat terbaik. Apalagi 5 tahun ke depan, gejolak geopolitik di di Asia dan timur tengah terus meningkat. Pergolakan China dan Taiwan di laut China selatan kemungkinan akan berkembang menjadi perang terbuka. Karena dalam kongres partai komunis Tiongkok, di syahkan kepulauan Taiwan bagian dari China sebagai provinsi terakhir,” katanya dalam riset harian, dikutip Selasa (2/5/2023).

Sementara sentimen dari eksternal tentunya adalah The Fed.

Ibrahim menyebut pedagang mencemaskan kesehatan sistem perbankan AS dan kemungkinan Federal Reserve mengakhiri pengetatan moneter yang agresif. karena pertumbuhan ekonomi negara tersendat.

Contoh terbaru dari perlambatan AS datang dengan rilis data pertumbuhan kuartal pertama pada hari Kamis, karena produk domestik bruto riil di ekonomi terbesar dunia meningkat pada tingkat tahunan sebesar 1,1 persen selama periode Januari hingga Maret, melambat dari 2,6 persen pada tiga bulan terakhir tahun 2022.

Selanjutnya adalah indeks pengeluaran konsumsi pribadi inti bulan Maret, ukuran inflasi pilihan bank sentral, yang dapat berpengaruh pada keputusan suku bunga Fed. Federal Reserve secara luas diperkirakan akan menaikkan suku bunga seperempat persentase poin lagi minggu depan dan kemudian berhenti pada kenaikan lebih lanjut di bulan Juni.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Artha Adventy
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper