Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

4 Alasan Utama Investor Memprediksi Dolar AS Akan Terus Melemah

Empat faktor utama seperti The Fed, Bank Sentral Jepang, apresiasi yuan China, dan dedolarisasi akan memberikan tekanan signifikan terhadap dolar AS.
Federal Reserve Board Chairman Jerome Powell./ REUTERS - Yuri Gripas
Federal Reserve Board Chairman Jerome Powell./ REUTERS - Yuri Gripas

Bisnis.com, JAKARTA – Investor profesional memprediksi dolar Amerika Serikat (AS) akan melemah lebih jauh dari level tertinggi dua dekade yang dicapainya pada tahun lalu. Empat faktor utama seperti The Fed, Bank Sentral Jepang, apresiasi yuan China, dan dedolarisasi membayangi pergerakan greenback.

Mengutip Bloomberg, Senin (24/4/2023), berdasarkan survei terbaru MLIV Pulse, sekitar 87 persen dari 331 responden survei memperkirakan Bank Sentral AS Federal Reserve akan memangkas suku bunga menjadi 3 persen atau lebih rendah dalam siklus pelonggaran yang diyakini 40 persen akan dimulai tahun ini. Posisi tersebut berbeda dengan prediksi pasar yang menempatkan tingkat suku bunga tersirat sekitar 3,05 persen dalam dua tahun.

Sejalan dengan kebjiakan The Fed, investor profesional bersikap negatif terhadap dolar, dengan selisih 17 poin persentase antara bearsih dan bullish. Banyak yang secara eksplisit menyatakan bahwa mereka bearish karena pola imbal hasil dan harga dolar telah terlalu tinggi. Menariknya, respons paling populer kedua adalah bahwa tekanan sektor perbankan sebagian besar akan terbatas di AS, yang selanjutnya menyiratkan bahwa The Fed akan dipaksa untuk menjadi lebih dovish daripada rekan-rekan bank sentral global.

Secara historis, The Fed memang bisa memotong tajam suku bunga, tanpa diikuti oleh bank sentral lain. Selama kehancuran sektor teknologi di awal tahun 2000-an dan tahun menjelang runtuhnya Lehman Brothers, kebijakan moneter AS menyimpang secara radikal dari rekan-rekan global.

Dalam kasus yang terakhir, The Fed memangkas 325 basis poin antara Agustus 2007 dan April 2008, sementara Bank Sentral Eropa menaikkannya sebesar 25 basis poin pada Juli 2008, dan dolar sangat lemah selama periode pra-Lehman ini.

Kendati demikian, pesimisme terhadap dolar bukanlah produk murni dari masalah AS. Sekelompok besar investor percaya bahwa apresiasi yen atau yuan akan menjadi penyebab utama penurunan dolar AS.

Mengapa mengejutkan? Pertama, Gubernur Bank Sentral Jepang Kazuo Ueda sejauh ini telah melakukan yang terbaik, memberikan sedikit harapan bagi mereka yang bertaruh untuk mengakhiri kebijakan super longgar yang telah mendorong pelemahan yen.

Ueda dinilai memiliki ruang yang nyaman untuk menghapus kontrol kurva imbal hasil sementara ada tekanan minimal pada pasar suku bunga lokal. Jika dia memilih untuk bertindak, ini kemungkinan akan mengarah pada apresiasi yen yang substansial. Adapun terdapat bukti bahwa perubahan kebijakan BOJ yang kecil pun dapat berdampak besar pada mata uang.

Kedua, Indeks Kejutan Ekonomi Citigroup untuk China naik mendekati level tertinggi sejak 2006 bulan ini, namun yuan hanya naik sekitar 1 persen terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya sejauh ini pada 2023. Yuan seharusnya naik, tetapi mengkhawatirkan bahwa mata uang tersebut tidak terpengaruh oleh kabar baik.

Selain risiko geopolitik yang sedang berlangsung, mungkin saja investor perlu waktu untuk terbiasa dengan gagasan bahwa perdagangan China telah kembali.

Pengurangan Penggunaan Dolar (Dedolarisasi) 

Survei terbaru MLIV Pulse juga menunjukkan mayoritas responden memprediksi dolar AS menghasilkan kurang dari setengah cadangan global dalam satu dekade.

Di sisi lain, masih ada kenaikan dolar, terutama di kalangan komunitas ritel. Mayoritas para pecinta greenback percaya bahwa jalur suku bunga Fed sebenarnya terlalu rendah. Ini artinya, arah mata uang yang benar pada akhirnya akan bermuara pada kebijakan The Fed.

Menariknya, risiko bencana batas plafon utang AS hampir tidak disebutkan dalam survei. Namun, hanya sedikit yang akan membantah bahwa lingkungan politik saat ini sangat sengit dan risikonya cukup tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Farid Firdaus
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper