Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah ekonom meminta pemerintah untuk mulai mengantisipasi potensi susutnya penerimaan negara dari sektor batu bara selepas harga terkontrak komoditas itu yang mulai mengalami tren pelemahan sejak akhir tahun lalu.
Permintaan itu beralasan lantaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebagian besar ditopang oleh setoran sektor industri hulu tambang batu bara sejak siklus komoditas dua tahun belakangan.
“Tren penurunan harga batu bara sebetulnya sudah kelihatan jelas sekali dalam beberapa bulan terakhir, terutama kuartal keempat tahun lalu memang tajam, tidak lepas dari kekhawatiran pelemahan perekonomian Eropa dan Amerika Serikat,” kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal saat dihubungi, Rabu (19/4/2023).
Kekhawatiran itu, kata Faisal, belakangan menekan harga minyak mentah dunia yang ikut mendorong harga substitusi energi lainnya seperti batu bara melandai sepanjang triwulan pertama tahun ini.
Selain itu, Faisal menambahkan, pencabutan kebijakan Zero Covid Policy dari China belakangan dianggap tidak sesuai dengan prediksi sejumlah analis ihwal pemulihan ekonomi yang cepat dari negara tersebut.
“Kami prediksi kecenderungan harga batu bara akan terus menurun dan tentu saja ini berdampak terhadap penerimaan pemerintah termasuk PNBP,” kata Faisal.
Baca Juga
Dengan demikian, dia meminta, pemerintah untuk segera memikirkan sejumlah langkah antisipatif untuk menjaga penerimaan negara tetap stabil di tengah tren penurunan salah satu komoditas penopang APBN tersebut.
Kekhawatiran yang sama disampaikan Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyusul penurunan harga batu bara acuan (HBA) bulan ini. Josua berpendapat turunnya HBA April 2023 itu disebabkan karena impor batu bara dari China yang lebih rendah dari pembelian sepanjang bulan sebelumnya.
“Selain itu, normalisasi produksi dan pasokan batu bara global juga mempengaruhi penurunan harga batu bara baik HBA atau harga batu bara internasional,” kata Josua.
Josua memproyeksikan harga batu bara terkontrak di pasar internasional bakal relatif stabil di kisaran US$150 hingga US$200 per ton sampai akhir tahun ini.
“Kami perkirakan harga batu bara internasional stabil di kisaran $150 sampai US$200 per ton hingga akhir tahun ini,” kata dia.
Konsen sejumlah ekonom itu menyusul susutnya tiga kategori HBA April 2023 dari posisi bulan sebelumnya. Kementerian ESDM menetapkan HBA dengan kesetaraan nilai kalor 6.322 kcal per kilogram GAR, total moisture 12,58 persen, total sulphur 0,71 persen dan ash 7,57 persen sebesar US$265,26 per ton.
Harga acuan batu bara kalori tinggi itu susut 6,29 persen dari posisi perdagangan bulan sebelumnya di level US$283,08 per ton.
Selanjutnya, HBA dalam kesetaraan nilai kalor 5.200 kcal per kilogram GAR, total moisture 23,1 persen, total sulphur 0,69 persen dan ash 6 persen berada di angka US$102,53 per ton.
Harga acuan itu turun signifikan 24,99 persen dari posisi bulan sebelumnya sebesar US$136,7 per ton. Ketetapan untuk batu bara 5.200 GAR itu kategorikan sebagai HBA I yang menjadi acuan perhitungan HPB kalori > 5.200 - 6.000.
Terakhir, HBA dalam kesetaraan nilai kalor 4.200 kcal per ton GAR, total moisture 35,29 persen, total sulphur 0,2 persen dan ash 4,21 persen ditetapkan sebesar US$87,81 per kilogram. Harga acuan itu turun cukup lebar 14,13 persen dari level sebelumnya US$102,26 per ton.
Sebelumnya, PNBP Maret 2023 tercatat tumbuh 43,7 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy), bahkan menjadi yang tertinggi pada periode tersebut dalam empat tahun terakhir. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan realisasi tersebut mencapai 32,3 persen dari target APBN.
“Naik sangat tinggi dibandingkan dengan 4 tahun terakhir bahkan sebelum Covid-19, [tahun ini per Maret 2023] mencapai Rp142,7 triliun, tahun lalu hanya Rp99,2 triliun,” ujarnya dalam APBN Kita, Senin (17/4/2023).
Bila melihat dari sisi komposisi PNBP, hanya pendapatan dari sektor SDA migas yang mengalami penurunan sebesar 4 persen (yoy) menjadi Rp31,3 triliun, tahun lalu mencapai Rp32,6 triliun.
Sementara pendapatan nonmigas menjadi sumber penerimaan yang tumbuh paling tinggi tinggi, hampir 200 persen (yoy), dari sebelumnya pada Maret 2022 hanya Rp15,1 triliun, tahun ini menjadi Rp44,3 triliun.
“[Pendapatan] SDA nonmigas mengalami kenaikan 194 persen mencapai Rp44,3 triliun, karena harga batu bara dan berlakunya PP No. 26/2022,” tambah Sri Mulyani.
Adapun, PP No. 26/2022 merupakan regulasi yang mengatur terkait dengan pemungutan royalti batu bara berdasarkan tingkat kalori dan harga batu bara acuan (HBA).
Sebelumnya, Sri Mulyani menjelaskan bahwa harga batu bara secara global pada April 2023 jauh lebih rendah dari pertengahan tahun lalu ketika Indonesia mendapat windfall komoditas. Kala itu harga batu bara mencapai US$441,9/mt.
Meski menurun, harga batu bara saat ini berada di posisi US$192,8/mt, tumbuh 157 persen bila dibandingkan secara tahunan, namun terkoreksi sebesar 52,8 persen year-to-date (ytd) atau sejak Januari 2023.