Bisnis.com, JAKARTA - PT BNI Asset Management berhasil mencatatkan dana kelolaan nasabah atau Asset Under Management (AUM) senilai Rp28,68 triliun hingga akhir Maret 2023. Perusahaan manajer investasi pelat merah itu optimis prospek reksa dana di kuartal II/2023 akan melaju positif.
Berdasarkan laman resmi Reksa Dana Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga kuartal I/2023 total penyertaan reksa dana nasabah di BNI Asset Management mencapai 27,25 miliar unit.
Direktur Utama BNI Asset Management Putut Endro Andanawarih menjelaskan telah melakukan berbagai macam strategi untuk mengerek dana kelolaan, salah satunya yaitu memperkuat jaringan distribusi reksa dana dengan digital agen penjual efek reksa dana (APERD).
"Strategi untuk meningkatkan dana kelolaan saat ini yaitu memperluas kanal distribusi ke APERD baik bank maupun non bank. Tentunya juga dengan berinovasi kepada produk baru baik Reksa Dana Index, ETF, maupun alternatif investasi di pasar modal yang sesuai dengan kebutuhan investor," ujar Putut kepada Bisnis, Kamis, (13/4/2023).
Lebih lanjut dia mengatakan, pertumbuhan nasabah ritel yang cukup pesat membuat industri reksa dana saat ini justru semakin menarik mengingat jumlah nasabah ritel yang besar akan mencetak pertumbuhan dari sisi pendapatan dan AUM industri reksa dana ke depannya.
Sedangkan, untuk nasabah institusi, menurutnya kebutuhan akan cash management baik untuk produk yang spesifik dengan target imbal hasil yang beragam diperlukan agar kebutuhan akan produk tersebut dapat terpenuhi.
Baca Juga
Adapun beberapa produk reksa dana unggulan BNI Asset Management, Putut menjelaskan beberapa diversifikasi produk yang dapat dipilih investor reksa dana sesuai kebutuhan dan profil risikonya. Beberapa di antaranya yakni reksa dana pasar uang, reksa dana index, serta reksa dana fixed income maupun saham.
"Dalam memilih strategi diversifikasi tentunya harus sesuai dengan profil risiko, jangka waktu, dan tujuan investasi para investor," katanya.
Terkait kinerja pasar reksa dana pada kuartal I/2023 lalu, Putut menilai para investor masih harap-harap cemas terkait arah kebijakan dan sentimen global seperti The Fed maupun bank-bank global yang kolaps, seperti Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, Silvergate Bank dan Credit Suisse kolaps karena penarikan dana nasabahnya secara masif.
"Kejadian ini semakin mendorong kekhawatiran investor, sehingga safe haven assets seperti emas harganya terlihat meningkat," jelasnya.
Kemudian, terkait prospek reksa dana pada kuartal II/2023, dia memprediksi pasar obligasi akan menjadi lebih positif. Beberapa alasan yang mendasari adalah inflasi domestik cenderung turun, inflasi global lebih terkendali, Bank Sentral diproyeksi akan berhenti menaikkan tingkat suku bunga acuan, dan perlambatan ekonomi global.
Meskipun dalam jangka pendek, pasar masih penuh ketidakpastian dan cenderung lebih berhati-hati. Namun dalam jangka menengah, Putut optimis pasar obligasi akan lebih cerah.
"kami memprediksi pasar obligasi akan menjadi lebih positif, di-support oleh foreign flow ke Emerging Market seperti Indonesia yang secara makro ekonomi tidak terpengaruh secara langsung dari kondisi di pasar global dan memiliki daya tahan dari besarnya putaran ekonomi domestik atau sekitar 55-60 persen terhadap total PDB Indonesia," tandasnya.