Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah emiten perunggasan kompak membukukan kenaikan pendapatan sepanjang 2022, imbas dari membaiknya permintaan produk protein hewani di tengah pemulihan setelah Covid-19. Namun konflik geopolitik dan gangguan rantai pasok membuat beban biaya bahan baku pada 2022 membengkak dan menggerus performa bottom line.
Data yang dihimpun Bisnis memperlihatkan bahwa tiga dari empat perusahaan sektor perunggasan yang telah merilis kinerja 2022 melaporkan penurunan laba bersih hingga dua digit. Penurunan itu dibukukan meskipun kenaikan pendapatan mendekati 10 persen secara tahunan.
Pemimpin pangsa pasar unggas PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN) adalah salah satu contohnya. Penjualan Charoen Pokphand per Desember 2022 mencapai Rp56,86 triliun, naik 9,99 persen dibandingkan dengan 2021 sebesar Rp51,69 triliun.
Penjualan CPIN terutama ditopang oleh penjualan ayam pedaging yang menyumbang Rp31,96 triliun, meningkat 18,82 persen year-on-year (YoY) dibandingkan dengan Rp26,90 triliun pada tahun sebelumnya.
Sementara itu, segmen pakan ternak yang merupakan penyumbang terbesar kedua dengan nilai penjualan sebesar Rp13,62 triliun justru turun 4,46 persen YoY daripada capaian di 2021 sebesar Rp14,25 triliun.
Segmen anak ayam usia sehari (day old chicken/DOC) juga mengalami penurunan sebesar 31,03 persen YoY menjadi Rp1,47 triliun, dari Rp2,14 triliun. Sementara itu, penjualan ayam olahan naik 20,57 persen YoY menjadi Rp8,36 triliun dari sebelumnya Rp6,93 triliun.
Baca Juga
Kenaikan penjualan CPIN juga diikuti dengan meningkatnya beban pokok penjualan, dari Rp43,55 triliun pada 2021 menjadi Rp48,72 triliun pada 2022. Kenaikan terutama disumbang dari pos bahan baku mencatatkan kenaikan sebesar 12,34 persen secara tahunan menjadi Rp41,21 triliun dibandingkan dengan 2021 sebesar Rp36,68 triliun.
Kenaikan beban pokok penjualan yang lebih tinggi dari kenaikan penjualan membuat laba kotor CPIN naik tipis 0,06 persen menjadi Rp8,14 triliun, sementara pada 2021 sebesar Rp8,13 triliun. Sementara itu, laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun 19,03 persen menjadi hanya Rp2,94 triliun dari Rp3,63 triliun pada tahun sebelumnya.
Sebagaimana CPIN, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA) membukukan kenaikan penjualan 9,12 persen YoY menjadi Rp48,97 triliun dari Rp44,87 triliun pada tahun sebelumnya.
Penjualan JPFA terutama ditopang oleh segmen peternakan komersial yang menyumbang Rp18,96 triliun, meningkat 7,72 persen YoY dari Rp17,60 triliun pada tahun sebelumnya. Segmen pakan ternak menjadi penyumbang terbesar kedua dengan nilai penjualan sebesar Rp13,97 triliun, naik 5,96 persen YoY dari realisasi tahun sebelumnya Rp13,19 triliun.
Pada saat yang sama, beban pokok penjualan Japfa tercatat naik 12,02 persen menjadi Rp41,28 triliun, dibandingkan dengan Rp36,85 triliun pada akhir 2021. Pos bahan baku dan kemasan juga menjadi salah satu pemberat beban dengan kenaikan mencapai 14,26 persen YoY menjadi Rp36,67 triliun. Pada Januari—Desember 2021, beban bahan baku berada di angka Rp32,09 triliun.
Kenaikan beban pokok penjualan yang lebih tinggi dari kenaikan penjualan membuat laba bersih JPFA tergerus 29,80 persen secara tahunan menjadi Rp1,42 triliun, dari sebelumnya Rp2,02 triliun.
PT Malindo Feedmill Tbk. (MAIN) menjadi emiten unggas dengan penurunan laba bersih terdalam pada 2022. Per Desember 2022, MAIN yang bisnis utamanya ditopang oleh pakan ternak hanya mengantongi laba bersih sebesar Rp27,04 miliar, turun 57,19 persen dibandingkan dengan 2021 sebesar Rp63,18 miliar.
Penurunan laba itu dilaporkan MAIN meskipun penjualan menorehkan kenaikan sebesar 21,58 persen YoY dari Rp9,13 triliun pada 2021 menjadi Rp11,10 triliun pada 2022.
Jika ditelisik lebih jauh, rugi kotor yang disumbang segmen peternakan pembibitan ayam (DOC) menjadi salah satu sumber tergerusnya laba MAIN. Segmen bisnis ini membukukan rugi kotor sebesar Rp163,63 miliar pada 2022, sementara pada 2021 menorehkan laba Rp112,64 miliar.
Di sisi lain, beban produksi MAIN ikut terkerek sebesar 21,48 persen YoY dari Rp8,57 triliun pada 2021 menjadi Rp10,40 triliun pada 2022. Kenaikan beban bahan baku mencapai 23,05 persen secara tahunan sehingga menjadi Rp9,49 triliun, dibandingkan dengan 2021 Rp7,71 triliun.
PT Dewi Shri Farmindo Tbk. (DEWI) menjadi emiten unggas dengan kinerja terbaik di 2022. Penjualan mereka tercatat naik 67,21 persen YoY menjadi Rp137,33 miliar dari Rp82,13 miliar pada tahun sebelumnya.
Dari sisi bottom line, laba bersih DEWI naik 18,94 persen YoY menjadi Rp7,62 miliar dibandingkan dengan 2021 sebesar Rp6,41 miliar.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Farras Farhan mengemukakan sektor unggas secara keseluruhan masih menghadapi tekanan buntut dari konflik geopolitik sejak 2022. Untuk sebagian emiten, sentimen kenaikan harga bahan baku masih menjadi pemberat.
“Untuk ke depan perlu melihat tren harga bahan baku karena itu yang menekan margin,” katanya.
Dia menyematkan rekomendasi beli untuk saham JPFA dengan target harga Rp1.600. Sementara itu, rekomendasi hold diberikan untuk CPIN dengan target Rp5.500 dan MAIN dengan target harga yang masih ditinjau.
EMITEN | Pendapatan (Rp dalam juta) | Laba bersih (Rp dalam juta) | ||||
2022 | 2021 | Perubahan | 2022 | 2021 | Perubahan | |
CPIN | 56.867.544 | 51.698.249 | 9,99 | 2.928.342 | 3.620.961 | -19,128 |
JPFA | 48.972.085 | 44.878.300 | 9,12 | 1.419.855 | 2.022.596 | -29,80 |
MAIN | 11.101.647 | 9.130.618 | 21,58 | 27.047 | 63.181 | -57,19 |
DEWI | 137.336 | 82.133 | 67,21 | 7.629 | 6.414 | 18,94 |