Bisnis.com, JAKARTA — PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA) mengakui industri perunggasan di Indonesia masih terasa sulit pada kuartal I/2023, setelah mencatatkan penurunan laba pada 2022.
Direktur Japfa Leo Handoko Santoso mengatakan perusahaan akan fokus pada bisnis inti yang saat ini digeluti. Japfa juga terus berupaya untuk meningkatkan penetrasi produk seraya melakukan upaya edukasi mengenai pentingnya protein hewani bagi kesehatan, sejalan dengan program pemerintah untuk mengurangi gizi buruk dan stunting.
“Mengingat populasi penduduk Indonesia yang besar dan masih rendahnya tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia membuat peluang usaha kami ke depan masih sangat terbuka lebar. Kami yakin akan prospek jangka panjang dan pertumbuhan berkelanjutan Perseroan pada masa-masa yang akan datang,” ujar Leo, dalam paparan publik, Rabu (5/4/2023).
Direktur Japfa Antonius Herwanto menyampaikan perseroan mengambil langkah hati-hati menghadapi 2023 di tengah kewaspadaan pada gejolak harga bahan baku dan harga jual produk.
“Kami harus tetap berhati-hati di 2023 ini karena dari pengalaman perjalanan pada kuartal I/2023 memang industri perunggasan di Indonesia masih terasa sulit,” katanya.
Antonius mengakui bahwa tren kenaikan permintaan pada awal 2023 sampai awal Ramadan tidak setinggi sebelum pandemi. Hal ini berdampak pada harga jual yang cenderung belum naik sesuai harapan.
Baca Juga
“Namun kami berharap dengan adanya tunjangan hari raya bisa mengerek daya beli. Tentunya ini akan memperbaiki keadaan, setidaknya harga bergerak naik dan konsumsi meningkat,” tambahnya.
Kehati-hatian Japfa juga terefleksi pada alokasi anggaran untuk belanja modal. Setelah mengeluarkan capex sebesar Rp1,92 triliun pada 2021 dan Rp1,94 triliun pada 2022, manajemen masih melakukan kalkulasi untuk alokasi 2023 dengan berbagai pertimbangan, termasuk antisipasi pada kondisi rantai pasok global dan permintaan.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2022, penjualan Japfa mencapai Rp48,97 triliun, tumbuh 9,12 persen secara year on year (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp44,87 triliun.
Penjualan JPFA terutama ditopang oleh segmen peternakan komersial yang menyumbang Rp18,96 triliun, meningkat 7,72 persen YoY dari Rp17,60 triliun pada tahun sebelumnya. Segmen pakan ternak menjadi penyumbang terbesar kedua dengan nilai penjualan sebesar Rp13,97 triliun, naik 5,96 persen YoY dari realisasi tahun sebelumnya Rp13,19 triliun.
Pada saat yang sama, beban pokok penjualan Japfa tercatat naik 12,02 persen menjadi Rp41,28 triliun, dibandingkan dengan Rp36,85 triliun pada akhir 2021.
Kenaikan beban pokok penjualan terutama disumbang dari pos bahan baku dan kemasan yang mencatatkan pembengkakan sebesar 14,26 persen YoY menjadi Rp36,67 triliun. Pada Januari—Desember 2021, beban bahan baku berada di angka Rp32,09 triliun.
Kenaikan beban pokok penjualan yang lebih tinggi dari kenaikan penjualan membuat laba bersih JPFA tergerus 29,80 persen secara tahunan menjadi Rp1,42 triliun, dari sebelumnya Rp2,02 triliun.
Di sisi lain, jumlah aset Japfa tercatat meningkat menjadi Rp32,69 triliun per 31 Desember 2022, dibandingkan dengan Rp28,58 triliun pada 31 Desember 2021. Kenaikan terutama disebabkan oleh meningkatnya persediaan sebesar 20,21 persen menjadi Rp9,27 triliun.
Liabilitas Japfa juga meningkat 22,91 persen menjadi Rp19,03 triliun yang disebabkan oleh kenaikan utang bank jangka pendek sebesar Rp2,55 triliun dan utang usaha Rp1,02 triliun.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Farras Farhan mengemukakan sektor unggas secara keseluruhan masih menghadapi tekanan buntut dari konflik geopolitik sejak 2022. Untuk sebagian emiten, sentimen kenaikan harga bahan baku masih menjadi pemberat.