Bisnis.com, JAKARTA - Menjelang puncak kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), potensi pasar obligasi korporasi Indonesia diprediksi akan tumbuh lebih baik.
Fixed Income Analyst PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Doni Kuswantoro dalam rilisnya menyampaikan setelah puncak suku bunga BI tercapai, suku bunga komersial termasuk imbal hasil obligasi negara Indonesia diperkirakan akan menurun sehingga dapat mendorong perusahaan menerbitkan obligasi.
Pasalnya, kebutuhan untuk ekspansi dan refinancing di tengah terkendalinya tingkat inflasi dan membaiknya daya beli masyarakat akan menarik minat perusahaan menerbitkan obligasi. Apabila hal ini terealisasi, menurutnya investasi pada obligasi korporasi akan menghasilkan kinerja yang menarik seiring potensi penurunan suku bunga ke depannya.
"Tingkat imbal hasil obligasi korporasi yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Surat Utang Negara membuatnya menjadi salah satu alternatif investasi pada kelas aset obligasi. Namun risiko kredit dan risiko likuiditasnya yang juga relatif lebih tinggi dibandingkan obligasi pemerintah tetap harus dicermati," ujar Doni dikutip Selasa, (28/3/2023).
Oleh sebab itu, prospek industri atau sektor dan kualitas kredit yang direpresentasikan dengan peringkat kredit (credit rating) menjadi pertimbangan awal dalam memilih obligasi korporasi guna memitigasi risiko kredit dari suatu penerbit obligasi. Guna meminimalisir risiko likuiditas, investor dapat memilih penerbit obligasi yang cukup aktif di pasar surat utang (frequent issuer).
Sebagai gambaran, berdasarkan data Pefindo, obligasi korporasi dengan peringkat AAA masih mendominasi lebih dari 40 persen outstanding pasar obligasi korporasi Indonesia.
Baca Juga
Dia mengungkapkan, beberapa penerbitan obligasi yang dijagokan masih didominasi oleh sektor keuangan, seperti multifinance, bank, dan institusi keuangan non-bank. Marjin laba yang masih tinggi serta kondisi ekonomi yang menunjukkan pemulihan yang cukup cepat dan ke arah yang lebih baik akan mendorong beberapa sektor ini terus tumbuh.
Selain itu, sektor telekomunikasi, baik penyedia jasa (telco provider) maupun perusahaan menara telekomunikasi juga merupakan frequent issuer di pasar obligasi korporasi Indonesia.
"Rekam jejak yang baik dari perusahaan-perusahaan pada sektor ini membuatnya dapat menjadi pilihan investasi di sektor riil non-keuangan," jelasnya.