Bisnis.com, JAKARTA - Entitas Grup Saratoga, PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA) berencana melakukan penawaran umum perdana saham (IPO) dengan target dana Rp8,58 triliun-Rp8,74 triliun.
Dama prospektusnya, manajemen MBMA menyebutkan seluruh dana hasil IPO setelah dikurangi biaya-biaya emisi, akan digunakan untuk berbagai hal.
Pertama, sekitar 48 persen akan digunakan Merdeka Battery Materials untuk pembayaran lebih awal untuk seluruh pokok utang yang timbul berdasarkan Perjanjian Fasilitas Berjangka US$300 juta, yang akan dibayarkan kepada MDKA dan ING Bank N.V., cabang Singapura (ING Bank).
Masing-masing sebesar US$225 juta dan US$75 juta, melalui ING Bank sebagai Agen. MDKA merupakan Afiliasi Merdeka Battery Materials sedangkan ING Bank bukan merupakan afiliasi.
Sekitar 5 persen akan digunakan Merdeka Battery Materials untuk mengambil alih hak tagih sebesar US$30 juta yang timbul dari Perjanjian Fasilitas Dukungan Induk tanggal 23 Agustus 2022 yang diberikan oleh MDKA kepada PT Merdeka Tsingshan Indonesia (MTI).
Perseroan selanjutnya akan memiliki hak tagih kepada MTI sebesar US$30 juta atau setara Rp460,5 miliar dengan syarat dan ketentuan yang sama dengan Perjanjian Fasilitas Dukungan Induk.
Baca Juga
Sekitar 1,5 persen akan digunakan oleh Merdeka Battery Materials untuk modal kerja antara lain untuk biaya karyawan, biaya jasa profesional, dan biaya keuangan.
Sekitar 8 persen akan dipinjamkan kepada MTI yang selanjutnya akan digunakan untuk membiayai sebagian kebutuhan belanja modal yang timbul dari pembangunan Proyek AIM I, yang dijadwalkan akan memulai produksi pada pertengahan kedua tahun 2023.
Sekitar 14 persen akan dipinjamkan kepada PTZhao Hui Nickel (ZHN) yang selanjutnya akan digunakan untuk: (i) sekitar 8,0 persen akan digunakan untuk membiayai sebagian kebutuhan belanja modal yang timbul dari pemasangan konversi nikel matte pada Smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) ZHN yang saat ini sedang dalam proses pembangunan.
Selanjutnya, sekitar 6,0 persen akan digunakan untuk modal kerja, meliputi antara lain pembelian bahan baku utama, bahan baku pembantu, biaya listrik, serta biaya karyawan.
Sekitar 5,5 persen akan dipinjamkan kepada PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) yang selanjutnya akan digunakan untuk modal kerja, meliputi antara lain biaya karyawan, biaya jasa profesional, pembayaran royalti ke kas negara, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya pemeliharaan dan perbaikan, serta biaya penambangan.
Sisanya akan dilakukan untuk penyetoran modal kepada PT Merdeka Industri Mineral (MIN) yang selanjutnya akan digunakan untuk penyetoran modal dan pemberian pinjaman kepada PT Sulawesi Industri Parama (SIP) masing-masing sebesar 50 persen.
SIP kemudian akan digunakan untuk membiayai sebagian kebutuhan belanja modal yang timbul dari pembangunan fase pertama dari pabrik HPAL pertama yang berkapasitas 60.000 ktpa (HPAL 1a) di Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP).
Proyek ini merupakan bagian dari strategi usaha Perseroan dan Perusahaan Anak agar semakin terlibat dalam rantai nilai bahan baku strategis dan ke depannya dalam rantai nilai baterai kendaraan bermotor listrik.
Dalam prospektusnya, Merdeka Battery Materials akan melepas 11 miliar saham dalam IPO dengan nilai nominal Rp100 per saham atau 10,24 persen dari modal ditempatkan dan disetor. MBMA memberikan kisaran harga awal Rp780-Rp795 per saham sehingga berpotensi meraih dana IPO Rp8,58 triliun-Rp8,74 triliun.
Bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi efek PT Indo Premier Sekuritas dan PT Trimgeha Sekuritas Indonesia Tbk. Penjamin pelaksana emisi efek ditentukan kemudian.
Terdapat nama-nama besar dan tidak asing di pasar saham dibalik IPO-nya calon emiten yang akan menggunakan kode MBMA ini, sebut saja Garibaldi Thohir, Winato Kartono, Hardi Wijaya Liong, Edwin Soeryadjaya, dan Agus Superiadi.
Berdasarkan prospektus, komposisi pemegang saham setelah MBMA resmi melantai di bursa yaitu PT Merdeka Energi Nusantara yang merupakan anak usaha dari MDKA memiliki porsi kepemilikan 49,21 persen atau sebanyak 52,87 miliar.
Garibaldi Thohir atau akrab disapa Boy Thohir memiliki 11,14 persen atau sebanyak 11,96 miliar saham. Boy Thohir juga merupakan pemilik induk usaha, MDKA sebanyak 7,35 persen atau sekitar 1,77 miliar saham.
Kemudian Winato Kartono memiliki 6,33 persen atau sekitar 6,79 miliar saham. Nama Winato Kartono sudah tidak asing lagi. Dia adalah orang dibalik MDKA, PT Provident Capital Indonesia, PT Jingdong Indonesia Pertama dan Provident Capital Partners Pte Ltd.
Selanjutnya Hardi Wijaya Liong memiliki 2,71 persen saham. Hardi merupakan wakil presiden direktur TBIG dan pemegang saham utama PT Provident Capital Indonesia, yang sejak awal mula adalah pemilik utama TBIG.
Kemudian muncul nama Edwin Soeryadjaya, Bos dari PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG) dengan kepemilikan 2,13 persen atau sekitar 2,29 miliar saham. SRTG juga merupakan pemegang saham MDKA.
Lalu Agus Superiadi yang juga merupakan mantan direktur PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) dengan porsi kepemilikan 0,22 persen.