Bisnis.com, JAKARTA - Pasar surat utang RI akan dibayangi oleh sentimen pengetatan kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve atau The Fed. Diketahui, saat ini, imbal hasil surat utang negara (SUN) acuan tenor 10 tahun kembali mendekati 7 persen.
Research and Consulting Infovesta Utama Nicodemus Anggi mengatakan secara prospek hingga semester I/2023 ini pasar akan dibayangi kenaikan suku bunga The Fed.
"Namun kita juga masih menunggu bagaimana update kebijakan lanjutan dari Gubernur BI pada pekan depan, apakah tetap akan sama pada pernyataan sebelumnya yang menyatakan kenaikan BI 7-day RR sudah cukup memadai," kata Anggi kepada Bisnis, Kamis (9/3/2023).
Dia mengatakan apabila Bank Indonesia memilih kebijakan moneter melakukan pengetatan kembali dapat membuat pasar bergerak negatif. Anggi menilai hingga semester I/2023 masih akan ada volatilitas pasar.
Menurut Anggi kondisi ini akan mulai mulai mereda pada semester II 2023. Hal ini apabila kondisi inflasi sudah semakin mereda dan tidak adanya lagi kenaikan suku bunga lanjutan.
Meski demikian, lanjut Anggi, jika dibandingkan negara lain, dengan diukur dari real yield (yield obligasi negara 10tahun dengan inflasi), real yield Indonesia masih menjadi yang paling atraktif di antara kawasan regional atau China sekalipun.
Baca Juga
"Sehingga hal ini akan menjadi sentimen yang baik untuk investor asing tetap menanamkan dananya dalam jangka pendek atau panjang sekalipun," katanya.
Senada, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Fajar Dwi Alfian mengatakan dibandingkan dengan negara lainnya, sebetulnya SUN RI dengan yield mendekati 7 persen masih menarik.
Menurut dia SUN RI masih menawarkan real yield lebih tinggi dibandingkan dengan negara lainnya yang sejenis.
Selain itu, prospek pertumbuhan ekonomi kita di tahun ini juga sebetulnya masih cukup positif dibandingkan dengan negara-negara lainnya," katanya.